Senin, 21 November 2011

Membangun Karakter Bangsa yang Bermartabat




Abstract:
Civic education  is an essential and important component of the process of nation character building in order to gain prestigious at the cross-world. This paper deals some aspects with respect to the civic education in Indonesia and some struggles to get it goal and so deal the Indonesian future.
           
Keyword : civic education-identity-national-ideology.

Pengantar
Sejak berdirinya republik ini tidak pernah sedikitpun terbesit pemikiran bahwa negeri ini didirikan untuk jangka waktu satu atau dua tahun, satu atau dua abad atau berapapun ukuran jangka waktu yang kita sebutkan, yang jelas negeri ini didirikan  untuk waktu yang tidak ditentukan sampai kapan akhirnya. Mungkin kalau saja bisa sampai nanti di kehidupan surgapun pendiri republik ini ingin agar republik Indonesia tetap berdiri    hanya namanya saja yang sedikit berubah  surga republik Indonesia.
Tidak ditentukannya  batas waktu pendirian republik ini,  adalah karena ada tujuan utama negara (ultimate goal) yang hendak dicapai  yang tidak bisa dicapai dalam jangka waktu singkat, sehingga jika telah ditentukan jangka waktunya dan tujuan utama negara belum tercapai  dihawatirkan negara  ini akan bubar. Namun hal ini juga tidak berarti bahwa ketika tujuan utama negara telah tercapai dalam periode tertentu negara ini akan bubar, yang pasti tidak ditentukannya jangka waktu pendirian negara adalah karena ada kepentingan negara untuk selalu melindungi dan melayani  warga negaranya dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Sehingga selama generasi itu ada dan tetap setia terhadap negaranya maka negara pun akan tetap ada. 
Kelangsungan hidup negara Indonesia sangat ditentukan oleh dua faktor, yaitu : Faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam negara itu sendiri yang terdiri dari :
Pertama, keberlangsungan generasi. Keberlangsungan generasi akan sangat ditentukan oleh beberapa faktor di antaranya kesehatan, pendidikan, dan ekonomi. Maka jika ada satu generasi yang tidak memperoleh kesempatan mendapatkan pendidikan, kesehatan,  serta kesejahteraan yang memadai dan kemudian menjadi generasi yang tertinggal pantas kita sebut sebagai generasi yang hilang (lose generation).
Kedua, kesetiaan setiap generasi terhadap negara. Kesetiaan generasi terhadap negaranya sangat ditentukan oleh pendidikan kewarganegaraan (civic education) yang diterima oleh warga negara pada setiap generasinya.
Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari negara lain baik itu berupa invasi, ekspansi ataupun kolonialisme/imperialisme gaya baru (new imperialism and new colonialism). Namun semua rongrongan yang berasal dari negara lain pasti dapat kita tepis jika kita mempunyai generasi yang kuat. Seperti apakah generasi yang kuat itu? Apa saja usaha yang  dapat dilakukan untuk menciptakan generasi yang kuat? Serta bagaimana masa depan Indonesia? Adalah beberapa pertanyaan yang akan dicarikan gambaran jawabannya dalam uraian ini,  semua itu adalah bagian dari upaya untuk membangun karakter bangsa (nation character building) agar kita bisa menjadi bangsa yang bermartabat.

Civic Education
        Sebagaimana telah sedikit disinggung dalam pengantar bahwa keberlangsungan hidup suatu negara atau bangsa salah satunya ditentukan oleh   pendidikan kewarganegaraan (civic education). Secara substantif dan peadagogis civic education sebagai wahana pendidikan umum mulai dari para elit politik sampai  rakyat awam agar mampu mengembangkan dirinya menjadi warga negara yang  cerdas, bertanggung jawab, dan berkeadaban (smart and good citizens). Oleh karena itu dalam instrumentasi  dan praksis pendidikannya secara programatik dikembangkan kecerdasan warganegara (civic intelligence)  yang mencakup tiga hal yaitu : Pengetahuan kewargaan (civic knowledge), keterampilan kewargaan (civic skill), dan sikap kewargaan (civic disposition) serta difasilitasi terciptanya partisipasi kewargaan (civic participation). 
      Azyumardi Azra  sebagaimana dikemukakan Murray Print (1999)  memberikan penekanan bahwa civic education merupakan upaya untuk membangun demokrasi keadaban (civilitized democracy) yang ditandai dengan adanya stabilitas politik yang krusial bagi pemulihan ekonomi (economic recovery),  tidak meluasnya konflik dan fragmntasi politik di kalangan elit politik; serta berdayanya law and order. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa civic education merupakan sarana pendidikan yang dibutuhkan untuk melahirkan generasi baru yang mengetahui tentang pengetahuan, nilai-nilai, dan keahlian yang diperlukan untuk mengaktualisasikan, memberdayakan, dan melestarikan demokrasi. (Ubaidillah et al, 2000 : v) Demokrasi bukanlah paket jadi atau monumen mati yang bisa diwariskan, demokrasi sama halnya dengan karakter ia adalah etos yang  harus selalu dipelihara dan diajarkan kepada setiap generasi. (Branson et al, 1999 : 53)
      Dalam uraian ini komponen pokok civic education yang akan dibahas adalah identitas nasional dan  ideologi, kedua faktor ini cukup penting dibahas dalam rangka membangun karakter bangsa yang bermartabat. 
1. Identitas nasional
      Identitas berasal dari bahasa Inggris identity yang dapat diartikan sebagai ciri-ciri, tanda-tanda, atau jatidiri yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang bisa membedakannya dari yang lain. Baik itu ciri-ciri fisik maupun nonfisik, ciri-ciri fisik yang membedakannya misalnya warna kulit, warna mata, rambut, dan sebagainya, ciri-ciri nonfisik misalnya gaya, karakter, dan kebiasaaan. Namun dalam terminologi antropologi identitas adalah sifat khas yang menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri pribadi, golongan, kelompok, komunitas, atau negara. (Ghazali, 2004 : 1)
      Nasional berasal dari bahasa Inggris national yang dapat diartikan sebagai warga negara atau kebangsan. Dengan demikian identitas nasional   dapat didefinisikan sebagai jatidiri atau kepribadian  yang dimiliki suatu bangsa.
      Identitas nasional Bangsa Indonesia merujuk pada suatu bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu merupakan gabungan dari unsur-unsur pembentuk identitas yaitu : suku bangsa, agama, kebudayaan, dan bahasa.
a. Suku bangsa
      Suku bangsa adalah golongan sosial yang khusus yang bersifat askriptif (ada sejak lahir) yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Di Indonesia terdapat banyak sekali suku bangsa atau kelompok etnis dengan tidak kurang dari 300 dialek bahasa.
      Penduduk Indonesia saat ini diperkirakan berjumlah 210 juta. Dari jumlah tersebut 50% nya adalah etnis Jawa. Bugis 3,68%, Batak 2,04%, Bali 1,88%, Aceh 1,4 %, etnis Tionghoa 2,8%, dan sisanya adalah suku-suku lain.
b. Agama
      Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang beragama. Negara menjamin kemerdekaan penduduknya untuk memeluk dan beribadah sesuai dengan keyakinan masing-masing (pasal 29 UUD 1945). Tidak ada paksaaan dalam memeluk agama di Indonesia, mereka  boleh memeluk Islam, Katolik, Protestan, Budha, dan Kong Hu Cu.   Sejak pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid tidak ada istilah agama resmi dan tak resmi. Agama Kong Hu Cu yang pada masa orde baru tidak diakui sebagai agama resmi negara sejak itu semakin di kenal luas di kalangan masyarakat Indonesia.
c. Kebudayaan
      Kebudayaan adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang isinya berupa perangkat-perangkat atau model pengetahuan yang secara kolektif digunakan oleh pendukung-pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan  yang dihadapi dan digunakan sebagai rujukan atau pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakuan dan benda-benda kebudayaan ) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi. Intinya kebudayaan merupakan patokan nilai-nilai etika dan moral , baik yang tergolong sebagi ideal atau yang seharusnya (world view ) ataupun yang operasional dan aktual di dalam kehidupan sehari-hari. (Ghazali, 2004 : 4)
      Terdapat ratusan atau ribuan kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia yang membentuk identitas nasionalnya. Kebudayaan-kebudayaan tersebut merupakan refleksi dari hasil kontaknya dengan realitas di sekitarnya, maka wajar lahir ratusan atau ribuan kebudayaan di Indonesia karena luas dan pluralnya bangsa Indonesia.
d. Bahasa
      Bahasa Melayu sudah menjadi bahasa penghubung (linguafranca)  sejak Kerajaan Sriwijaya. (Madjid, 2003 : 312) Bahasa Melayu dengan dialek Riau menjadi bahasa penghubung di Nusantara disebabkan oleh mudahnya mempelajari bahasa ini sehingga para pedagang lokal maupun asing (Cina, India, Arab) senang bertransaksi menggunkan bahasa ini.
      Bahasa Indonesia yang sebagian besarnya berasal dari bahasa Melayu, ditambah beberapa bahasa daerah dan dari bahasa asing melalui proses transliterasi telah menjadi bahasa persatuan terutama sejak digulirkannya sumpah pemuda 28 oktober 1928. Legitimasi bahasa Indonesia sebagi bahasa  nasional ditetapkan setelah proklamasi kemerdekaan RI.
      Dengan ditetapkannya bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional merupakan modal utama dalam membangun dan memelihara integrasi nasional yang dalam beberapa tahun terakhir terdegradasi oleh maraknya krisis kepercayaan publik terhadap para penyelenggara negara.

2. Ideologi
      Karl Marx (1818-1883) menggambarkan ideologi sebagai setiap ilusi yang dihasilkan oleh pengalaman sosial suatu kelas sehingga dapat memahami tempat yang sebenarnya dalam suatu masyarakat. Mannheim memahami ideologi sebagai cirri khas dan komposisi dari seluruh struktur pikiran suatu abad atau kelompok, sebagai sebuah kelas. Hal ini berarti bahwa suatu ideologi adalah seperangkat keyakinan yang menyaring massa informasi yang kita terima. (Sargent, 1984 : 3-4)
      Lowenstein menyatakan bahwa ideologi adalah suatu penyelarasan dan penggabungan pola pemikiran dan kepercayaan, atau pemikiran yang berubah menjadi kepercayaan, penerangan sikap manusia tentang hidup  dan kehadirannya dalam masyarakat dan mengusulkan dan menyeimbangkan suatu kepemimpinan berdasarkan pemikiran dan kepercayaannya itu. (Ubaidillah et al, 2000 : 17)
      Ideologi dapat diartikan sebagai suatu pandangan atau sistem nilai yang  dianggap dan diyakini suatu masyarakat  baik serta dapat dijadikan landasan dalam   mencapai tujuan hidupnya.
      Bangsa Indonesia menganggap Pancasila sebagai ideologi negara yang digali atau bersumber dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia sendiri. Namun demikian ada sekelompok orang yang berusaha membandingkan pancasila dengan Islam padahal dia sendiri tahu bahwa Islam adalah agama sedangkan Pancasila adalah sebuah ideologi. Kita pun tahu apa yang tersurat dan tersirat dalam Pancasila sama sekali tidak bertentangan dengan Islam. Sebagaimana dikatakan Dahlan Ranuwiharjo  bahwa Pancasila sebagai co-ideologi Islam, yang artinya Pancasila sebagi ideologi tidak bertentangan dengan Islam.
                   Hal penting yang perlu dibicarakan di sini adalah Pancasila telah terbukti sebagai ideologi yang menjadi tonggak  integrasi nasional. Sehingga di kemudian hari integrasi nasional bangsa Indonesia masih tetap merujuk Pancasila. Hal ini disebabkan adanya toleransi Pancasila terhadap pluralisme bangsa.

Masa Depan Indonesia
Tujuan utama pendirian republik Indonesia adalah terwujudnya tata pemerintahan yang baik (good govrnance) yang mampu mengayomi dan melayani seluruh bangsa Indonesia, memelihara semua kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dan digunakan untuk kepentingan kesejahteraan dan membangun martabat  bangsa agar bisa berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Dengan  kekayaan sumber daya alam yang dimiliki dan sumber daya manusianya bangsa Indonesia sangat berpotensi menjadi bangsa besar yang maju. Tidak menutup kemungkinan bisa menggeser posisi Singapura, Jepang, bahkan Amerika sekalipun yang sering dikatakan sebagai negara superpower.
      Secara geografis Indonesia berada pada posisi   strategis, antara benua Asia dan Australia serta antara samudra Hindia dan samudra Pasifik, yang  sangat menguntungkan bagi perdagangan antar negara. Posisi ini sebetulnya juga sangat mendukung dalam misi kebudayaaan, misi akademis, politis, dan misi strategis lainnya.
      Secara demografis penduduk Indonesia cukup banyak, kaya dengan budaya, ragam pemikiran, nilai-nilai etika, dan sejarah. Tidak sedikit orang Indonesia yang mampu bersaing dengan orang yang berasal dari negara lain. Misalnya, banyak mahasiswa Indonesia yang sekolah di universitas terkemuka di dunia dan menjadi salah seorang  lulusan terbaik. Itu artinya kemampuan otak Indonesia sama saja dengan mereka yang berasal dari luar negeri, namun barangkali masih sedikit orang Indonesia yang terakomodir dan terfasilitasi. Sehingga perlu pemerataan dalam memperoleh kesempatan berpendidikan,  juga pemerataan  dalam bidang-bidang lain.
Dalam berdemokrasi, perjalanan demokrasi di Indonesia menampakkan fenomena yang relatif lebih baik daripada tahun-tahun sebelumnya. Pemilu 2004 yang telah berlalu merupakan sarana sirkulasi elit yang konstitusional dan demokratis. Pelaksanaan pemilu yang hampir memakan waktu satu tahun ini merupakan pemilu pertama yang dilaksanakan dengan model  baru yaitu selain pemilu legislatif dengan system proporsional terbuka bagi anggota DPRD/DPR dan sistem distrik bagi calon anggota DPD juga digelar pemilihan pasangan calon  presiden dan wakil presiden secara langsung. Mulai tahun 2005 seiring dengan ditetapkannya UU. No. 32 tahun 2004 tantang Pemerintah Daerah kepala daerah dan wakil kepala daerah juga akan dipilih langsung.
Meningkatnya partisipasi publik, tuntutan transparansi, dan visi baru yang startegis dari masyarakat kita mengindikasikan bahwa semangat demokrasi sudah mulai menyebar dan menjadi isu bersama. Tinggal kemudian kita meningkatkan dan memelihara semangat ini agar tidak bermutasi menjadi anarkisme.
Kehidupan demokrasi di Indonesia di masa depan  akan sangat ditentukan oleh semangat berdemokrasi itu sendiri (spirit of democracy) yang harus tertransformasi bukan hanya pada wilayah politik, tapi juga pada bidang-bidang lain seperti hukum, ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Yang sekarang dirasakan sudah mulai menguat dan berakar.

Penutup
 Orang Indonesia harus mengenal  identitas dan ideologinya. Tanpa mengenalnyapun bisa saja orang bangga dengan Indonesia namun dikhawatirkan ia tak pernah tulus membanggakannya, mungkin karena turunan, karena tanah warisan yang kebetulan ada di Indonesia atau karena alasan lain. Pentingnya civic education adalah menanamkan kebanggaan yang tulus kepada Indonesia. Kebanggaan yang muncul sebagai refleksi atas realitas bangsa yang nilainya telah terinternalisasi  menjadi pribadi Indonesia. Wallahu ‘alam.


Referensi

Azra, Azyumardi, Globalization of Indonesian Muslim Discourse Contemporary Religio-Intellectual Connection Between Indonesia and Midle East, adapted From Islam In The Era Of Globalization  Muslim Attitude toward Modernity and Identity, Edited by Johan Meuleuman, Indonesian-Netherlans Cooperation In Islamic Studies (INIS), Jakarta, 2001
Branson, S. Margaret et al, Belajar Civic Education dari Amerika, LkiS Yogyakarta dan The asia Foundation (TAF), 1999.
Ghazali, Mukhtar Adeng, Civic Education Pendidikan kewarganegaraan dalam perspektif Islam, Benang Merah Press, Bandung, 2004
Madjid, Nurcholis, The True Face Of Islam Essay On Modernity and Islam in Indonesia, Voie Centre Indonesia (VCI) Ciputat, 2003.
Metareum, Ismail Hasan, Menuju Supremasi Sipil, Persaudaraan Muslim Indonesia (PARMUSI), Jakarta,1999.
Sargent, Tower Lyman, Ideologi-Ideologi Politik Kontemporer Sebuah Analisis Komparatif, edisi keenam alih bahasa oleh A.R Henry Sitanggang, Erlangga, Jakarta,1987.
Sutanto, Ricky, 2015 Kita Terkaya No.5, Yayasan Nusa Sejahtera, 2004
Ubaidillah, A. et al, Pendidikan Kewargaan, Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani, IAIN Jakarta Press, 2000.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar