Kamis, 17 November 2011

HAKIKAT KEBAHAGIAAN



Firman Allah:
Dan jiwa dan apa yang disempurnakannya, maka diilhamkannya keburukan dan ketaqwaannya (potensi buruk dan potensi baik). Sungguh beruntung orang yang membersihkannya dan merugi orang yang mengotorinya”. (Al-Syams: 7-10).

Setiap orang bertanggung jawab untuk mencari rizki dalam memenuhi kebutuhannya. Tapi tak jarang yang tidak tahu batas sehingga kelewatan (kebablasan) tidak tahu waktu dan tidak mengenal batasan halal dan haram. Dia mengira bahwa kebahagiaan itu terletak pada berapa banyak materi atau harta yang ia punyai. Seperti anggapan umumnya banyak orang bahwa apabila seseorang mempunyai rumah yang mewah, mobil yang wah, perusahaan yang mentereng dan simpanan uang di BANK yang menumpuk,  istri yang cantik, serta kekayaan yang lainnya, maka orang tersebut bisa disebut bahagia. Kenyataannya banyak orang kaya seperti gambaran di atas bahkan lebih, terkadang disebut milyarder, bisa jadi status orang tersebut pengusaha, pejabat atau lainnya, tetapi ternyata  kehidupannya menderita, sehingga tidak jarang ia terkena penyakit Stress oleh berbagai terpaan masalah.  Memang harta tidak menjamin kebahagiaan seseorang. Hanya harta di tangan orang yang shaleh saja yang dapat membahagiakan, demikian pesan Rasulullah kepada Amru Bin Ash.
Adakalanya orang menyangka bahwa jabatan atau kedudukan sosial itu bisa menghantarkan seseorang kepada kehormatan yang dapat membahagiakan. Untuk tujuan tersebut banyak orang suap menyuap dan berbuat apa saja agar menduduki jabatan tertentu, dengan asumsi bahwa tempat terbut terhormat dan basah. Biasanya cara mendapatkan harta semacam ini banyak menimbulkan masalah di belakang hari, terutama menjadi lahan subur bagi para penjilat  dan kelompok opportunis. Bisa diprediksi bahwa karir tersebut akan berakhir dengan kekecewaan-kekecewaan, sebeb dibangun di atas landasan yang sangat rapuh yaitu  berkhianat pada jabatan tersebut. Memang jabatan tak selamanya memberikan kebahagiaan, bahkan tanggung jawabnya berat dikemudian hari. Apabila kamu lemah jangan memangku jabatan, karena itu adalah amanat dan itu akan menjadi penyesalan di hari kiamat kelak. Demikian petuah Rasulullah SAW kepada Abu Dzar Al-Ghifari.
Lain lagi anggapan sebagian manusia yang berhidung belang, bahwa kebahagiaan terletak pada pelampiasan nafsu kepada wanita sebanyak mungkin dan secantik mungkin. Banyak wanita lemah iman jatuh ke pangkuannya. Dia bagaikan orang minum air  laut semakin diminum semakin haus dibuatnya. Tiada hentinya ia mengarungi lautan perzinahan dan banyak dari mereka berakhir dengan mengidap penyakit yang tak tidak ada obatnya dan mematikan. Demikian akibat perbuatan menyalahi atauran Allah. Model pemuda seperti ini pernah datang ke Rasulullah SAW dan menyatakan bersedia memasuki pelataran Islam, dengan satu syarat agar dia diperbolehkan berzina, karena dia merasa paling suka bersama wanita. Kemudian Rasulullah membisiki telinga pemuda tadi seraya bertanya, “Relakah engkau Ibumu dizinahi orang?’ Dia jawab,”Tidak”. “Kenapa kamu rela menzinahi sementara mungkin itu ibunya orang lain.” Karuan saja pemuda itu bergumam,”Sungguh saya kelewatan.” Sejak itu ia berkata bahwa tidak ada perbuatan yang paling saya benci kecuali berzina. Memang pelampiasan nafsu bukan pada tempatnya (kecuali nikah secara sah) adalah kenistaan dan tak jarang menghancurkan kehidupan.
Dan berbagai macam cara orang mencari kebahagiaan ternyata tak didapatkan. Siapa hidup di dunia tidak ingin hidup bahagia.  Ibnu Hazm, seorang ulama terkenal dari Andalusia, Spanyol, pernah mengatakan : “Bahwa seluruh manusia berjalan kesatu arah yaitu yaitu mengusir ketakutan untuk mencapai kebahagiaan; takut miskin bekerja keras mencari harta agar kaya; takut bodoh mencari ilmu agar pintar; takut hina mencari kedudukan agar terhormat dan lain-lain. Tetapi semua jalan itu sepanjang perjalanan  tidak bisa membahagiakan kecuali ad-din (agama Islam), Bukan saja kebahagiaan dunia tetapi menembus sampai akhirat.
Kebahagiaan yang tidak dibangun di atas fondasi addin (agama) adalah kebahagiaan nisbi/semu. Sementara kebagiaan yang dibangun di atas addin (agama) adalah kebahagiaan yang hakiki.

PUSAT KEBAHAGIAAN


Pusat kebahagiaan itu terletak di hati. Apabila hati seseorang dipenuhi oleh cahaya keimanan sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya, jaminan dia akan bahagia di dunia dan di akhirat. Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nahl ayat 97 yang artinya: “Barang siapa mengerjakan amal yang shaleh baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan sesunggunya akan kami berikan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.

Sebaliknya bagi mereka yang berpaling dari jalan Allah dan meengikuti jalan lain dengan konsepsi Syaithan dan konco-konconya maka cepat atau lambat maka ia akan mendapat kesengasaraan di dunia apalagi di akhirat kelak. Allah berfirman dalam QS. Thaha ayat 124-126 yang artinya: “Dan barang siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungghnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia: “Ya Tuhanku, mengapa engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat? Allah berfirman: “Demikianlah telah datang kepadamu ayat-ayat Kami maka kamu melupakannya, dan begitu pula pada hari ini kamupun dilupakan.”

Allah SWT hanya menerima hati yang bersih dan tulus ikhlas kehidupannya dengan berbagai variasinya dipersembahkan hanya untuk-Nya seperti dalam QS. Asy-Syu’ara ayat 89 yang artinya: “Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih”. Karena hati ini sebagai penggerak dan penentu kebahagiaan seseorang, maka harus diperhatikan seperti yang disinyalir Rasulullah SAW: “Ketahuilah bahwa dalam jasad manusia terdpat segumpal darah, kalau dia baik seluruh jasadnya baik, namun apabila ia rusak maka seluruh jasadnya rusak, itulah Hati.” (HR. Bukhori).

Sebagian ulama salaf menggambarkan bahwa hati ini seperti rumah yang mempunyai pintu dan jendela, apabila penjagaan pintu dan jendela tidak ketat, bisa dipastikan seisi rumah akan dikuras oleh maling. Pintu dan jendela itu adalah mata, telinga, mulut, dan seluruh anggota tubuh. Sedangkan malingnya adalah syetan dan kroninya. Kita berkewajiban untuk menjaga hati kita dan mengisinya dengan tazkiyah sesuai dengan petunjuk al-quran dan sunnah rasulullah saw. Perlu diketahui hati itu bekerja sesuai dengan fungsinya sebagaimana anggota tubuh kita, sebagaimana anggota tubuh kita bekeja sesuai dengan fungsinya. Hati itu hidup, awalnya,  tetapi proses berikutnya kalau tidak dijaga dan tidak diisi dengan tazkiyah maka dia bisa sakit bahkan mati. Rasulullah saw menggambarkan hati dalam sabdanya: “permisalan petunjuk dan ilmu yang ditugaskan allah kepadaku bagaikan air hujan yang turun kebuni. Di antaranya mengenai tanah yang subur dapat menahan air buat manusia dan menumbuhkan pepohonan. Ada yang mengenai tanah yang tandus, dapat menahan air tetapi tak dapat menghidupkan pepohonan. Tanah pertama seperti hatinya mukmin yang menyerap ilmu islam serta mengaplikasikannya sikonnya. Tanah kedua hatinya orang munafik yang menyerap ilmu islam tetapi tak menjalankannya. Tanah ketiga seperti hatinya orang kafir yang tidak mengindahkan ajaran oarang islam apalagi mengamalkannya.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar