Kamis, 17 November 2011

Guru Sebagai Pemicu Perubahan Sosial



Guru mempunyai peranan yang sangat penting dalam dunia pendidikan, tanpa peranannya dapat dipastikan tak akan ada dunia pendidikan. Guru hadir untuk membantu peserta didik dalam meningkatkan kemampuan diri dari berbagai aspeknya, baik itu aspek fisik, mental, intellektual, kepribadian, akhlak atau budi pekerti dan aspek-aspek lainnya. Guru sejatinya adalah sosok makhluk yang  memiliki kredibilitas dan kapabilitas baik dihadapan peserta didik, rekan seprofesi, maupun di lingkungan keluarga dan masyarakatnya. Maka pantas jika ada yang mengatakan guru adalah seseorang yang digugu dan ditiru. Hal ini disebabkan karena guru dengan segala kekurangan dan kelebihannya biasanya dijadikan referensi baik oleh siswa, orang tua maupun masyarakat di sekitarnya.
Fenomena seperti ini saya kira biasa terjadi di belahan dunia manapun, sehingga respon terhadap fenomena itu adalah bagaimana agar seorang guru dapat dijadikan referensi fositif (positive referer) bagi komunitas disekitarnya. Bukan sebaliknya guru menjadi referensi negatif bagi masyarakat di sekitarnya. Guru yang biasanya dijadikan referensi positif (positive referer) bagi komunitas disekitarnya ( siswa, rekan seprofesi, keluarga, dan masyarakat) adalah guru yang memiliki etos kerja yang tinggi, sadar akan profesi keguruan yang disandangnya, memiliki kualifikasi keilmuan yang memadai, memiliki akhlak yang terpuji, dan komunikatif.
            Sosok guru yang komunikatif adalah seorang guru yang memiliki kemampuan mengkomunikasikan  ide/gagasan  baik di hadapan siswa, masyarakat sekolah, keluarga, dan  masayarakat sehingga dengan ide/gagasan yang dikemukakan guru tersebut secara bertahap terjadi perubahan ke arah yang lebih baik.
            Sebetulnya perubahan akan tetap terjadi karena apapun dan siapapun kecuali Allah SWT akan mengalami perubahan. Perubahan tidak bisa dicegah, seiring dengan perkembangan masyarakat maka perubahan akan terus terjadi, baik itu perubahan yang direncanakan (planned social change) maupun perubahan yang tidak direncanakan (unplanned social change). Perubahan sosial yang direncanakan adalah perubahan yang didesain atau dirancang sesuai keinginan manusia sebagai perancang perubahan, dan itu dapat dilakukan melalui sosialisasi ide atau salah satunya melalui pandidikan. Sedangkan perubahan sosial yang tidak direncanakan adalah perubahan yang tidak didirancang atau didesain oleh manusia, perubahan itu timbul sebagai akibat dari bencana alam yang terjadi di luar kemampuan manusia.
            Pendidikan sebagai modal perubahan harus dimaknai sebagai upaya untuk membantu manusia mencapai realitas diri dengan mengoptimalkan semua potensi kemanusiaan  yang dimilikinya. Dengan demikian semua proses yang menuju pada terwujudnya optimalisasi potensi manusia, tanpa mengenal ruang dan waktu dikategorikan sebagai kegiatan pendidikan. Itu artinya bahwa pendidikan tidak hanya terjadi di sekolah tetapi juga di luar sekolah. Dan memang seyogyanya tidak ada pemisahan (segregasi) antara institusi sekolah, keluarga, dan masyarakat dalam mengoptimalkan proses pendidikan.
Karena pendidikan merupakan upaya untuk menciptakan perubahan ke arah yang lebih baik maka tentu saja guru dapat dikatakan sebagai manusia  yang cukup mempengaruhi terhadap perubahan sosial. Namun hal  paling penting yang harus diperhatikan adalah guru   sebagai faktor fundamental dalam dunia pendidikan adalah sejauh mana guru  memiliki kemampuan menciptakan perubahan sosial yang lebih baik (pembaharuan). 
            Perubahan yang terjadi bisa dikatakan perubahan sosial jika perubahan itu cukup mempengaruhi  struktur sosial, sikap, dan nilai suatu tatanan masyarakat. Perubahan sosial yang lebih baik berarti terwujudnya atau munculnya bangunan atau struktur sosial, sikap, dan nilai yang  mencoba memperbaiki atau menyempurnakan dari  keadaan atau tatanan sebelumnya.
            Guru sebagai insan pendidik yang memiliki jangkauan kerja tidak hanya di sekolah tetapi juga di keluarga dan masyarakat saya kira memiliki potensi yang cukup bagus dalam memicu perubahan yang lebih baik. Ia bisa menggagas adanya bangunan sosial yang lebih menghargai nilai-nilai kemanusiaan (humanis), ia juga bisa mengembangkan nilai baru yang positif yang dapat mengubah sikap masyarakat dari statis ke progresif, dari eksklusif menjadi inklusif terhadap paham baru yang  bisa membebaskan manusia dari pengekangan ekonomi, politik, dan sosial budaya. Ia bisa menumbuhkan semangat untuk maju pada masyarakat yang kehilangan semangat atau keinginannya untuk maju.
            Dengan keberadaan ketiga institusi pendidikan yang ada yaitu : keluarga, sekolah, dan masyrakat, guru dapat  menyalurkan ide/gagasan pembaharuan  melalui ketiga intitusi tersebut. Dalam  keluarga ia bisa menyalurkan ide/gagasan pembaharuan itu kepada anggota keluarga. Ia salurkan ide/gagasan itu melalui komunikasi dengan anak dan istri/suami. Penyaluran ide ini saya kira akan lebih cepat diterima karena frekuensi kontak atau interaksi yang lebih banyak dan relatif bermuatan emosional yang lebih besar.
            Dalam masyarakat guru dapat memanfatkan pranata sosial yang ada untuk menyalurkan ide/gagasan pembaharuannya. Memang harus diakui bukan hal yang mudah untuk mentransformasikan nilai baru apalagi pada masyarakat yang mamang cukup kuat atau fanatik memegang nilai-nilai lama yang diwarisi dari para pendahulunya. Namun harus juga diingat bahwa tidak mustahil nilai itu akan disusupi nilai baru seiring perkembangan masyarakat dengan sederetan perkembangan pola fikirnya. Yang penting ada pemicu (triger) perubahan. Dan guru bisa melakukan fungsi-fungsi itu yaitu sebagai pemicu perubahan. Bukankah Allah telah berfirman bahwa tatanan eksistensi sebuah komunitas manusia tidak akan dapat diubah ke arah yang lebih baik jika tidak ada yang mencoba mengubahnya. Guru di masyarakat berbeda dengan guru di sekolah ia lebih dituntut mempraktekan apa yang disampaikannya kepada murid-muridnya sekaligus ia harus bersikap dan berperilaku yang sesuai dengan apa yang dikatakannya. Kalau di sekolah ia dihadapkan pada sekumpulan siswa, guru, dan warga sekolah lain, tetapi di dalam masyarakat ia dihadapkan pada berbagai golongan usia, taraf ekonomi, taraf pendidikan, dan berbagai status sosial.
            Di sekolah guru dapat menyalurkan ide/gagasannya kepada siswa, guru atau warga sekolah lain. Ia bisa secara bertahap mengubah paradigma berfikir siswa, guru dan warga sekolah lain, paradigma baru yang menempatkan manusia sebagai subjek pendidikan yang harus terus berupaya membebaskan manusia dari kekangan keterbelakangan dan kebodohan. Ia berjuang keras agar murid-muridnya memiliki kualitas keilmuan dan keperibadian yang lebih baik dari dirinya, bukan malah mengekangnya dan menghambat kemerdekaan berfikirnya.
Akhirnya ingin saya katakan bahwa guru yang menjadi pemicu perubahan sosial adalah guru yang eksis mengupayakan perubahan yang lebih baik di sekolah, di keluarga, dan di masyarakatnya. Guru sepeti inilah yang pantas digugu dan ditiru. Wallahu a'lam
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar