Sabtu, 12 November 2011

Agama dan Dialog Peradaban



Pertama-tama, apa yang Anda maksud dengan peradaban? Tentu sudah banyak tulisan tentang permasalahan ini. Salah satu esei paling brilian yang pernah ditulis mengenai persoalan ini dilakukan oleh almarhum Ananda Kumansrani dalam sebuah artikel yang berjudul “Apa yang dimaksud dengan peradaban?” yang diterbitkan di Inggris kira-kira sepuluh tahun yang lalu. Sebagaimana dia dan banyak siswa metafisik yang serius, Anda mungkin telah mengatakan dari beberapa tradisi yang dibahas, peradaban bukan hanya berhubungan dengan etimologi kata “Civetas” dalam bahasa latin yang berarti “kata.”
Peradaban  sebenarnya mencakup aplikasi pandangan dunia, visi realitas yang khusus pada kumpulan manusia. Saat ini definisi peradaban sudah samar dalam pikiran banyak orang karena kemunduran agama di dunia modern ini dan penyebarannya pada belahan dunia lain sejak abad ke-19. Oleh karena itu, saya ingin melihat kembali dengan selintas peradaban-peradaban tertua di dunia dan asal-usulnya secara ringkas serta mengapa disebut peradaban-peradaban. Dan mengapa kita memakai bentuk jamak, peradaban-peradaban, bukannya tunggal.
Salah satu warisan paling buruk dan tragis abad ke-18 dan 19 adalah anggapan Eropa bahwa seluruh dunia adalah peringkasan peradaban-peradaban menjadi peradaban, yaitu penggunaan bentuk tunggal kata “peradaban.” Penyakit intelek ini mencapai puncaknya di abad ke-18 Perancis dengan abad pencerahannya, dan pada abad ke-19 Jerman dan Inggris dengan ide kemajuan dan perkembangannya. Ide yang berlaku pada saat itu adalah bahwa secara faktuil hanya terdapat satu peradaban dan seluruh peradaban yang lainnya adalah blok-blok bangunan yang merupakan bagian dari satu peradaban.
Agar kita bisa mengetahui betapa parahnya kesalahan ini, kita dapat melihat fakta bahwa kita sering menggunakan kata “beradab” dalam bahasa Inggris sehari-hari. Bahkan secara politik dibenarkan sebagai sebuah istilah istimewa jika Anda membunuh beberapa juta orang dengan bom nuklir mutakhir atau dengan teknologi modern lainnya maka Anda disebut beradab. Tetapi jika Anda membunuh 15 orang dengan sebuah tombak maka Anda disebut tidak beradab. Begitulah penggunaan kata “beradab” sehingga kita akan dianggap bercanda bila kita berkata “tingkah laku yang beradab” tapi orang-orang tidak berpendapat bahwa istilah itu amat tragis.
Adalah hal yang menyenangkan menyelimuti dialog antar peradaban ini sebab telah ada kesadaran akan kepluralan kata “peradaban.” Ini sebuah langkah yang sangat besar yang dapat mengeluarkan awan kebodohan total dan ketidaktahuan yang melanda sejarah Eropa dan bahkan bagian dunia lainnya di waktu lampau. Perhatikan bagaimana kita menggunakan kata “beradab” dalam bahasa Arab dan Persia yang kemudian menjadi bahasa Islam. Misalnya, dalam bahasa ibu Saya, Persia, Anda mengatakan sesuatu mutamadin atau tidak mutamadin yang mempunyai arti beradab atau tidak beradab. Hal ini tidak berarti buruk, melainkan pengaruh abad pencerahan pemikiran Eropa. Dan Anda pun akan mendapatkannya dalam bahasa Jepang, Cina dan bahasa Asia lainnya.
Oleh karena itu kita sudah terlepaskan dari kesalahan menunggalkan sesuatu yang jamak. Sekarang kita mesti mengetahui mengapa menurut sejarah terkandung sebuah peradaban dan mengapa pula jamak. Bila Anda melihat berbagai peradaban dunia dan peradaban-peradaban lain yang disebutkan oleh Huntington dalam bukunya “Clash to Civilisation” yang memancing begitu banyak diskusi mengenai kebudayaan saat ini, maka Anda tidak akan melihat perkecualian. Dalam berbagai perkara, sebuah peradaban dibentuk oleh agama. Atau bila Anda tidak mau menggunakan kata agama, mari kita gunakan istilah yang menarik yang digunakan oleh Marco Palis yaitu “ide yang mendasari” (the presiding idea). Di atas setiap peradaban terdapat sebuah ide yang mendasari yaitu sebuah pandangan dunia yang total yaitu agama menurut arti yang luas. Tidak ada perkecualian.
Jadi apa peradaban-peradaban modern itu? Saya akan membahasnya sebentar lagi. Peradaban modern merupakan sisa peradaban agama. Sumbernya bukan filsafat sekular. Agama Kristen datang ke Eropa maka terciptalah kebudayaan Eropa Kristen. Bila sekarang, setelah 2000 tahun hanya tiga persen orang Inggris beribadah di gereja pada hari Paskah di hari Minggu, ini tidak berarti telah tercipta sebuah peradaban baru, tapi merupakan penyimpangan dari norma sebuah peradaban yang telah dibentuk sebelumnya. Begitu pula peradaban Islam, Hindu, Budha Asia Tenggara, Konghucu, Taoisme, Maori di New Zealand, Indian Amerika Utara, Indian Amazon, Yourba. Kemanapun Anda pergi di dunia ini, jantung peradabannya adalah agama. Dalam diskusi teoritis yang diselenggarakan saat ini mengenai dialog peradaban-peradaban, kita tidak boleh melupakan realitas sejarah ini.
Namun situasi saat ini tidak benar-benar berdasarkan realitas sejarah sebab sekarang kita mempunyai satu peradaban yang sangat kuat yang bernama globalisasi yang mengklaim tidak berdasarkan agama, walaupun tentu saja jauh lebih kuat elemen-elemen agama dalam peradaban ini daripada orang-orang ingin terima. Tapi peradaban Barat benar-benar dikontrol oleh elit intelektual yang benar-benar sekular yang jauh lebih sekular daripada keseluruhan populasi dan yang menentukan, atau sedikitnya merefleksikan nilai-nilai yang populasi orang biasa pegang.
Bagaimana peradaban ini? Inilah permasalahan utama dalam dialog ini. Agar dialog terlaksana, Anda sekalian mesti memiliki landasan yang sama. Saya adalah filosof profesional. Plato adalah ayah pemikiran dialogis di Barat dan juga dalam tradisi yang Islam warisi dari masa lalu. Pertanyaan besar untuk hari ini adalah bagaimana membedakan antara dialog antar peradaban walaupun sudah berusia tapi tetap berakar dalam ide yang mendasari tersebut dalam agama, dimengerti dalam arti yang lebih luas dengan peradaban Barat modern dan bagian-bagiannya di belahan dunia lainnya. Saya ingin membahas permasalahan lainnya.
Namun sebelumnya kita mesti bertanya pada diri sendiri dengan penuh kejujuran. Kenapa dialog? Kenapa Anda ingin berdialog? Bila Anda mulai dengan tesis bahwa tidak ada satu peradaban di dunia, bahwa ada keserberagaman peradaban dan ada keserbaragaman cara melihat dunia yang menentukan ketika kita mengevaluasi sesuatu, bagaimanakah kita melihat sesuatu, bagaimana kita memahami kehidupan manusia, tujuan keberadaan, kualitas spiritual yang mendominasi kita. Bila ada keberagaman peradaban dan kita memiliki beberapa peradaban, kemudian ada seseorang yang mencoba menolak asal-usul utama peradaban-peradaban ini, mengapa kita mau berdialog?
Saya kira tahun ini, yang dinyatakan secara internasional sebagai tahun dialog peradaban akan menjadi sia-sia bila kita tidak jujur menjawab pertanyaan ini. Peradaban-peradaban lama sudah menjalani dialog walaupun tidak formal. Tradisi-tradisi seni, filosofis, spritual mereka bersentuhan satu sama lain dengan cara dialog. Islam dan Hindu di India; Islam, Kristen dan Yahudi di Spanyol; Budha ke Konghucu Cina; Konghucu ke Shinto Jepang; dan contoh-contoh sejenisnya yang lain.
Selama beberapa abad terakhir, peradaban yang mendominasi secara politis dan militer di dunia adalah peradaban Barat, tapi umumnya peradaban ini tidak tertarik pada kegiatan dialog dengan peradaban-peradaban lain. Saya tidak sedang membicarakan satupun peradaban tertentu. Sikap Inggris ke India atau Perancis ke Aljazair bukan untuk dialog peradaban. Kenyataan ini mesti dipahami.
Dari sisi lain, pihak yang didominasi biasanya terbagi menjadi dua kelompok: yang pertama adalah kelompok yang mencoba melindungi diri dari keterusiran di permukaan bumi sebagai identitas yang jelas dan oleh karena itu mereka mencoba menghalau kekuatan yang menganggap mereka. Ulama kami di dunia Islam baik dari Mesir, Iran, Irak, Syria, dan Maroko selama dua abad sampai sekarang mencoba menjauh dari pemikiran Barat. Mereka tidak mau informasi dari mereka. Begitu pula yang kita saksikan di peradaban-peradaban lainnya. Sikap ini bukanlah sikap yang orang ingin berdialog. Saya yakin dialog intelektual pertama yang serius antara Islam dan Barat mengenai filsafat dan metafisik terjadi di tahun 1950-an dan 60-an di Teheran, hanya setengah abad yang lalu, bukan di abad ke-19.
Kelompok kedua adalah kelompok yang mengekor gerakan Barat. Mereka tidak tertarik berdialog dengan Barat, tapi mereka ingin seperti Barat. Kelompok ini menyepelekan seluruh budaya non-Barat – bukan hanya Islam, bukan hanya Hindu, bukan hanya Budha tapi semuanya. Di antara mereka, ada yang lebih pintar meniru Barat daripada yang lainnya. Beberapa orang menjadi peniru yang lebih baik. Tapi hanya tiruan yang tidak mirip. Tiruan (imitation) tidak sama dengan dialog. Ini adalah poin yang sangat penting. Dalam dialog Anda melakukan tindakan give and take tapi identitas Anda masih terpelihara. Imitasi berarti penyerapan sebuah identitas ke identitas yang lain.
Oleh karena itu seluruh pertanyaan mengenai dialog bukanlah pertanyaan lama. Bila kita akan berdialog berarti kita akan mengadakan perubahan tingkah laku yang sangat mendalam pada dua pihak. Artinya, peradaban Barat yang dominan menerima eksistensi peradaban-peradaban lainnya dan meyakini bahwa mereka mempunyai sesuatu yang bernilai yang patut didiskusikan. Adapaun bagi pihak peradaban yang didominasi (dominated civilisations) mesti yakin pada eksistensinya secara eksternal dan internal.
Saya dibesarkan di sebuah generasi di Iran yang pada saat itu setiap orang berpikir bahwa pada tahun 2000 seluruh orang Iran akan seperti orang-orang Perancis dan Swedia, dan ada orang-orang di dalam kubur yang akan melongokkan badan dan wajahnya untuk memastikan bagaimana agama Allah menyadarkan seluruh dunia dan bagaimana penolakan pada ide-ide Barat akan muncul satu hari. Ketika berdialog, pihak yang terdominasi mesti percaya diri akan keberadaannya, identitas dirinya sendiri dan pada saat yang sama mempunyai keterbukaan untuk berbagi.
Saat ini kita melihat sikap dunia non-Barat yang bersikap menolak yang lain secara total dari thaliban Afghanistan sampai Takaraij di Bombay Gujarat. Saya menyebutkan seorang Muslim dan seorang Hindu dan Anda sekalian punyai contoh-contoh lainnya. Bentuk seperti ini merupakan bentuk penolakan yang total. Tentu pihak Barat juga berpikir seperti itu, tapi mereka tidak disebut dengan sebutan pihak-pihak selain mereka. Orang-orang di Barat yang menolak semua nilai yang lain tidak disebut para fundamentalis. Mereka adalah kaum sekular yang berpikiran terbuka.
Tapi sebenarnya sikap mereka separah para fundamentalis. Mereka menolak semua pandangan dunia lainnya. Mereka berpihak pada hak-hak asasi manusia selama Anda menerima pendapat mereka tentang umat manusia. Bila Anda percaya bahwa umat manusia merupakan bayang-bayang Tuhan dan diciptakan untuk sesuatu yang transedental maka tentu saja Anda tidak akan dianggap. Kita memiliki keterbukaan yang palsu ini (pseudo-openess).
Tapi bila Anda bersikap pseudo-openess maka Anda memiliki dua sikap dalam kedua peradaban: Barat dan non-Barat yang memiliki orang-orang tertentu yang benar-benar menolak yang lainnya. Tapi secara faktual ada orang-orang lain yang ingin melakukan give and take untuk belajar mengajar serta berdialog. Inilah babak yang sangat penting dalam sejarah kita bila dilakukan dengan serius. Jika tidak begitu maka hal tersebut akan menjadi tipu muslihat politik semata. Terdapat banyak manusia di dunia non-Barat yang takut berdialog dengan Barat karena mereka meyakini bahwa dengan kata globalisasi yang mengatasnamakan kebebasan Anda mencuri sesuatu dengan lebih mudah dari bangsa-bangsa lainnya. Ketika seorang pencuri masuk kerumahmu dengan membawa alat penerang maka ia dapat mencari benda-benda yang baik saja. Beberapa orang di dunia Islam, Hindu, India, Budha, dan seluruh dunia mempunyai sikap seperti ini. Tidak ada kerugian pada sikap tersebut. Sikap tersebut mesti dikonfrontir dan beberapa tahun mendatang akan diketahui jilatan kecil api di atas penggorengan atau apakah ada sesuatu yang serius. Apakah peradaban Barat benar-benar ingin berdialog dengan peradaban-peradaban lainnya dan begitu pula sebaliknya.
Sikap seperti ini tidak sepenuhnya benar dalam arti saling menggantikan (equation) sebab tidak ada persamaan dalam struktur kekuatan. Saya tahu bahwa para pembicara dan penulis Muslim di kota London mengatakan bahwa kita memasuki abad dialog peradaban, saya melihat orang-orang Inggris sedang berbicara dengan orang Kawali dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Mereka tidak melakukan ini di zaman Victoria. Benar mereka tidak melakukannya di zaman tersebut namun mereka memilih apakah mereka ingin mendengar Kawali atau tidak. Sedangkan di Iran, tidak lebih begitu mudah untuk memilih apakah anda ingin mendengar Michael Jackson atau tidak. Pengaruh tekanan fisik pada psikologis tidaklah sama. Tidak ada persamaan pada hal yang hakiki yaitu bagaimana kita menghadapi konfrontasi peradaban.
Terdapat kedinamisan yang luar biasa dalam peradaban. Dari luar nampak bahwa peradaban postmodern menjadi semakin dominan. Dan dari dalam peradaban ini cepat rusak. Nilai-nilai dari peradaban-peradaban lain yang ia kuasai malah menempati posisi penting. Tempat berdiri Anda ini dulunya tempat Peter O’toole, salah seorang aktor Inggris yang terkenal, bermain sandiwara. Dia masih hidup sekarang. Tapi tempat ini menjadi Islamic Center. Pada tahun 1930 tak seorang pun dapat membayangkan keadaan ini. Anda juga dapat melihat fenomena yang sangat aneh ini di tempat lain misalnya masuknya Michael Jackson ke Teheran, Lahore, dan Karachi. Dan Anda bisa pula melihat gerakan lain di sudut yang lainnya. Dengan kedinamisan total seperti ini maka kita mesti mengerti maksud dari dialog peradaban.
Menurut saya terdapat tiga bentuk dialog yang tampak bila orang-orang mau memperhatikan dengan sungguh-sungguh. Bentuk dialog pertama adalah dialog antara sisa peradaban transisional yaitu peradaban yang meliputi seluruh umur saya. Saya sebut sisa peradaban tradisional sebab tidak ada peradaban tradisional yang benar-benar utuh di dunia saat ini. Tapi masih ada perbedaan besar antara siswa di Kairo dan siswa di New York walaupun apa kata orang tentang globalisasi dan lain sebagainya. Perbedaan besar ini dikarenakan oleh adanya sesuatu yang transedental yaitu kesadaran akan unsur-unsur spiritual pada bagian-bagian dunia tertentu dan kemunduran di bagian dunia lainnya.
Jadi terdapat satu jenis dialog yang bisa diwujudkan dan berdampak signifikan bila dilakukan dengan sungguh-sungguh. Misalnya dialog yang dapat berlangsung antara bagian India yang beragama Islam (berperadaban Islam) dan yang beragama Hindu (berperadaban Hindu). Tiga puluh ribu orang meninggal di Kashmir dan ribuan lainnya di bagian India yang lain. Bila terjadi dialog yang dapat mengarah pada kesalingpahaman akan kedua peradaban ini maka akan mengakibatkan konsekuensi politik yang besar.
Dialog semacam ini tidak terlalu sukar sebab Anda punya emosi, faktor psikologis, kehendak pada uang, kekuatan, unsur-unsur etnis dan lain sebagainya. Anda mempunyai nilai tertentu yang sangat kuat dan jelas yang bisa berfungsi sebagai jembatan, sebagai dua sisi jembatan atau yang dapat membuat pemahaman.
Seperti begitulah yang dipahami oleh orang-orang seribu tahun yang lalu, oleh Muslimin yang masuk India. Walaupun ada banyak keanehan di India namun pada suatu keyakinan pada kesatuan Tuhan yang dapat ditemukan di antara kelompok Hindu tertentu. Kemudian diulangi dengan bentuk yang jauh lebih mendalam oleh Dora Shakob dan yang lainnya yang tidak saya sebutkan di sini.
Dialog antar sisa peradaban tradisional telah dilakukan selama abad 20, tentu saja dengan kemunculan para penulis tradisional yang besar yang memperkenalkan secara universal peradaban-peradaban tradisional yang dapat berfungsi sebagai wacana, seperti yang pernah dikatakan oleh Komar Somi. Dia berkata bahwa berbagai macam ajaran tradisional mempunyai kebenaran yang sama walau diutarakan dalam bahasa yang berbeda-beda, kalau dilihat dari satu sisi. Mereka tidak identik namun mereka sangat dekat.
Kemudian terdapat dialog kedua yang jauh lebih sulit dan betul-betul membebani kita, yaitu dialog antara peradaban non-Barat dan peradaban Barat. Kenapa sangat sulit? Pertama-tama, karena struktur kekuatan. Sebuah peradaban mempunyai pembom B52, bom nuklir, kapal selam dan sarana-sarana lainnya yang tidak dimiliki oleh peradaban-peradaban lain. Dan tatkala mereka mencoba memiliki sarana-sarana seperti itu maka mereka mesti menyempurnakan karakter mereka sendiri yang tidak dimengerti oleh umat Islam. Kita berbicara mengenai bom atom Islam. Bila Kristen dan Yahudi mempunyainya maka Islam pun mesti memilikinya pula. Berapa kalikah orang-orang membaca hal ini dalam surat kabar Pakistan? Berapa harganya? Dan apa manfaatnya bagi peradaban Islam, bagi pemikiran Islam? Tidak seorang pun ingin memikirkannya. Tatanan kekuatan tidaklah sama.
Yang kedua. Hal kedua ini adalah hal yang banyak pemikir Islam tidak paham, tapi seyogyanya mereka pahami. Menurut kebiasaan, masing-masing peradaban akan membuat agendanya sendiri dan akan berdialog dengan peradaban-peradaban yang lain. Saat ini Barat menentukan seluruh agenda. Apakah Anda pernah memikirkannya? Barat menentukan seluruh agenda, untuk seluruh peradaban.
Mengapa begitu banyak Muslim saat ini menulis tentang perempuan dalam Islam? Perempuan suci Maroko. Kenapa tidak laki-laki suci Maroko? Siapa yang melakukannya? Ini semua adalah agenda buatan Barat. Bagaimana tentang hak azasi manusia. Barat pada tahun 1750 tidak tertarik pada tulisan hak azasi manusia, lalu hak-hak binatang. Sekarang kita mesti berbicara mengenai hak-hak binatang. Saya dapat menuliskan daftarnya satu persatu. Ini juga merupakan agenda buatan Barat dan semakin cepat para pemikir non-Barat mengerti maka semakin bebas intelektualnya.
Ada agenda-agenda tertentu yang tidak dibuat oleh para pemikir Barat tapi oleh tindakan-tindakan Barat. Ketika Anda membunuh satu juta binatang di Inggris dalam rangka mencari rezeki sehingga mengakibatkan masalah lingkungan global yang mengundang perhatian setiap pemikir, Anda tidak bisa membenamkan kepala Anda di pasir. Ungkapan ini mengimplikasikan ketidakseimbangan yang mencolok antara teknologi modern dan dunia alami. Hal seperti itulah yang disebut tindakan.
Tapi kebanyakan agenda tidak sebanyak tindakan, pemikiran, teori, ide-ide yang mencuat. Tiba-tiba seorang di Perancis terjaga di suatu pagi dan membuat kerusakan. Mengerjakan kembali pemahaman naskah-naskah suci seolah-olah tidak mengandung arti. Dan kemudian orang-orang yang lainnya mesti berjuang bertahun-tahun untuk mencoba dan menjawab persoalan-persoalannya. Juga berdasarkan seperti inilah dunia beraksi. Olah karena itu dialog antar peradaban-peradaban dan peradaban modern tidak  hanya berdasar pada ketidaksamaan kekuatan, militer, media, politik dan kekuatan ekonomi. Tetapi juga berdasarkan porsi asing yang tidak pernah anda ketahui di sejarah dunia di mana satu peradaban menentukan agenda. Walaupun peradaban-peradaban yang lain ingin memberi jawaban mereka sendiri, mereka mesti menajwab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Barat.
Di hari-hari lainnya diadakan konferensi sangat besar di Washington di mana beberapa perempuan yang sangat terkenal berkumpul untuk menunjukkan simpati mereka pada perempuan-perempuan malang di Afrika, Timur Tengah, dan lain-lain. Saya ingin konferensi khusus mengenai anak laki-laki yang malang di Kairo persis saat ini, mereka ditembak di sekolah-sekolah di berbagai tempat di Amerika. Tetapi tidak ada konferensi di Kairo tentang penembakan anak-anak di sekolah-sekolah Amerika. Bila Anda tahu tentang ini, maka beri tahu saya dan saya akan mengubah pandangan saya. Tetapi saya belum pernah mendengar berita seperti itu di koran-koran.
Bila kekurangan kesamaan (the lock of equality) ini tidak dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh maka seluruh dialog agama hanya membuang-buang energi bumi saja, berterbangan dengan kapal-kapal mereka dari satu benua ke benua lainnya. Peradaban-peradaban non-Barat sedikitnya harus menentukan agendanya sendiri. Mereka tidak mempunyai kekuatan untuk menentukan agenda bagi Barat tapi sedikitnya mereka mesti dapat menentukan agenda mereka sendiri. Tapi saat ini masalahnya tidak seperti demikian. Apakah Anda komunis Cina, kekaisaran Jepang, demokratik India, dunia Islam, nama apapun yang Anda ingin pakai, kiri, kanan, tengah, para pemikir, orang-orang yang bertekad membuat keputusan tdiak dapat memastikan apa yang mesti dipikirkan. Pertimbangan harus ditentukan oleh peradaban lain, oleh karena itu akan sia-sia belaka bila benar-benar melaksanakan dialog seperti ini. Anda tidak sedang melaksanakan dialog. Anda hanya menerima sesuatu yang sudah final, kecuali dalam wewenang tertentu yang kecil dan lebih pribadi. Masalahnya terjadi bila menghadapi wewenang yang besar dan umum.
Bahkan bila dialog dilaksanakan dalam kasus kedua, yaitu kasus sisa peradaban-peradaban dan Barat, pertanyaan utamanya tetap pada dasar prinsip-prinsip yang umum. Pendapat saya hampir benar-benar berbeda dari mayoritas ahli teori mengenai pokok permasalahan saat ini. Saya tidak percaya bahwa alam manusia mencukupi prinsip umum bagi dialog antar peradaban. Dan tidak ada humanisme yang akan mencukupi basis pemahaman umum antar peradaban.
Hal ini merupakan deklarasi besar di zaman yang disebut zaman humanisme, tapi saya tidak takut apapun sejak saya muda, saya telah lama sekali merenungi gelombang-gelombang tersebut. Tapi menurut saya sejarah abad 20 menunjukkan hal seperti itu yaitu kemungkinan humanisme. Kecuali humanisme yang Anda maksudkan adalah humanisme spititual. Tapi kenapa menggunakan istilah ini? Orang-orang berbicara mengenai humanisme Kristen, Islam, Hindu, Budha, walaupun menggunakan istilah yang salah. Bila humanisme mengacu kembali pada peristiwa yang terjadi zaman Renaissance yaitu deklarasi kemerdekaan umat manusia dari Tuhan, deklarasi kemerdekaan manusia dan substitusi dari apa yang filosof Swedia terkenal De Marco gambarkan sebagai substitusi kerajaan manusia dengan kerajaan Tuhan. Jika yang seperti itu yang disebut humanisme, maka tidak mencukupi sebagai landasan umum bagi dialog yang serius. Humanisme membutuhkan sesuatu lebih dari itu. Dan oleh karena itu menjadi sangat sulit. Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa keadaannya menjadi mudah.
Hal terbaik yang dapat dilakukan adalah menentukan cakupan-cakupan persetujuan tertentu. Tetapi bila tidak ada persetujuan pada prinsip-prinsip realitas akan asal-usul dunia, di mana mereka berasal, ke mana mereka menuju maka Anda tidak dapat memperoleh persetujuan hanya demi perdamaian. Perdamaian tidak datang dengan perjanjian seperti yang Inggris alami di tahun 1939. Perdamaian mesti berdasar pada beberapa kebenaran. Jika tidak ada kebenaran umum maka kebijaksanaan tidak cukup.
Tapi walaupun demikian hal terbaik yang seseorang lakukan adalah membuat sebuah dialog sebagai sebagai cara menyadarkan posisi yang lain, bila kita mempunyai niat yang baik. Ada banyak orang di Barat yang mempunyai niat baik dan kejujuran penuh, mereka berpikir bahwa tak ada sesuatu pun yang dapat meningkatkan kondisi orang-orang Sri Lanka selain hidup seperti orang-orang Amerika.
Oleh karena itu anda pelru memahami sejenis tegangan di dalam peradaban-peradaban ini. Anehnya lima puluh tahun yang lalu ketegangan tidak terjadi di Barat. Di dunia Islam terjadi di Mesir yaitu antara Mesir modern dan Mesir tradisional, di Persia antara Persia modern dan Persia tradisional. Di dunia Hindu ketegangan terjadi di mana-mana. Saat ini ketegangan dan dialog peradaban antara peradaban-peradaban besar ini juga akan mempunyai intra aspek. Saya tidak mengatakan bahwa saya juga akan membahas peranan agama. Seperti yang saya katakan bhawa bila berdasarkan sejarah anda menganggap bahwa setiap peradaban diciptakan oleh agama dan tidak ada perkecualian. Oleh karena itu, bila dialog akan diarahkan pada pemahaman maka intinya, dialog peradaban adalah memahami agama-agama. Bila tiap-tiap agama ingin memahami satu sama lain bukan hanya pada tataran resmi tapi pada tataran saling hormat-menghormati demi kebenaran yang sama yaitu dengan penghormatan yang mendalam maka kita telah mempersiapkan pondasi bagi dialog peradaban yang benar.
Saya yakin bahwa apa yang orang sebut sebagai kesatuan agama-agama yang transedental yang sekarang telah menjadi istilah umum adalah sesuatu yang benar-benar penting. Orang-orang muslim yang meyakini bahwa ide ini bertentangan dengan al-Quran adalah muslim-muslim yang belum membaca al-Quran. Tidak ada kitab suci yang perspektifnya seuniversal Islam. Al-Quran menyatakan bahwa kami telah mengutus seorang utusan pada setiap bangsa dan kami memiliki tradisi ini dalam Islam dalam waktu yang sangat lama. Islam adalah agama kemanusiaan yang terakhir. Inilah ide keuniversalan wahyu.
Beberapa agama lain mempunyai banyak masalah dan agama yang terparah adalah Kristen, karena menggambarkan Tuhan dengan tempat tertentu yaitu penjelmaan Tuhan dalam Kristus. Keyakinan ini adalah Kristosentris bukannya theosentris bagi banyak orang. Oleh karena itu amat sulit menyatukan agama lain kepada Kristus kecuali kalau Anda mengganti arti kata Kristus ke logo-logo yang universal. Begitulah caranya, namun cara ini tidak sesuai dengan teologi Kristen yang umum, baik ortodoks, Katolik ataupun Protestan.
Itulah masalah utama beberapa agama. Namun permasalahannya tidak begitu dalam Islam dan dalam beberapa segi dalam Hindu. Saya yakin kunci utama adalah pemahaman yang sama antar agama. Saya tidak akan menggambarkan caranya sebab bukan masalah pokok.
Perlu diketahui bahwa setelah 50-60 tahun kita menggelar pertemuan dan wacana umum kita tidak dapat melakukannya berdasarkan pada kesopanan atau kebijaksanaan. Tuhan tidak akan pernah memaafkan siapa pun yang mengabaikan-Nya semata-semata untuk perdamaian bumi saja. Sungguh buruk perkara semacam ini. Saya mengenyampingkan setengah kepercayaan saya pada Tuhan dan Anda pun seperti itu dan kita hidup damai bersama dengan sisa-sisa yang ada. Bagaimana kita sebagai orang yang percaya pada Tuhan akan mempertanggungjawabkan diri kita pada Tuhan di Hari Pembalasan? Bukan, ini bukan permasalahan yang saya bicarakan.
Saya juga tidak hanya bicara tentang toleransi. Saya tahu ini adalah kata kunci yang diterapkan oleh Barat. Tentu saja untuk bersikap toleran kepada siapa saja. Kecuali kalau mereka menentang saya, maka saya tidak toleran pada mereka. Ada sebuah artikel di Manchester Guardian yang tidak setuju pada pendapat saya dan menyebut saya orang fanatik. Namun toleran ini adalah pseudo-toleran yang termasuk salah satu kebaikan palsu (pseudo virtues) dunia modern. Walaupun Anda menganggapnya sebagai suatu kebenaran belum cukup. Saya selalu memberi contoh seperti berikut: Ketika Anda sakit gigi dan dokter giginya sedang berlibur, istri Anda bilang tahanlah rasa sakitnya hingga dokter gigi itu tiba. Anda mentoleransi sakit Anda. Anda mentolerir apa-apa yang Anda tidak suka. Tentu saja hal seperti itu tidak akan menjembatani pengertian antar peradaban dan agama. Pengertian yang tercipta mesti benar-benar berdasarkan pada kebenaran, realitas dan hak yang dalam bahasa Arab berarti kebenaran dan realitas. Tanpa ini semua tidak akan ada pengertian.
Ada konsekwensi politis dari pernyataan di atas, ketika toleransi hanya berdasarkan pada politik maka toleransi semacam ini tidak mempunyai arah. Saya melakukan dialog selama 40 tahun dengan gereja Katolik. Sejak 24 tahun  saya pergi ke Maroko. Setelah 40 tahun Kardinal Ratsinger menyatakan bahwa seluruh non-Katolik adalah ahli neraka. Dia mempertahankan katolikisme permasalahannya tidak benar-benar mencair. Oleh karena itu saya telah menyia-nyiakan waktu selama 40 tahun sebab saya jadi ahli neraka, dan dia ke Surga, jadi apa yang sedang kami dialogkan? Kenapa menyia-nyiakan waktu kita? Saya bicara sangat jujur. Tapi begitukah Kardinal Rasinger yang saya tahu secara personal dan merupakan salah seorang kardinal terhormat di gereja Katolik?
Orang-orang yang ingin memahami dan respek pada pernyataan saya tidak percaya lagi pada Katolik. Mereka tidak akan menajdi umat Kristen yang sangat baik. Saya pernah diserang di Kota Qum oleh seseorang karena saya berkata bahwa saya lebih suka bila John Hick masih percaya pada inkarnasi daripada tidak setuju pada saya bukannya percaya pada saya dan tidak percaya pada inkarnasi. Alasannya adalah jika John Hick mau berkompromi dengan pemikir Islam misalnya saya sendiri dan menanggalkan inkarnasi, lalu siapa John Hick? [[]]Bila saya setuju kepada John Hick maka ada seorang laki-laki di kota Birminghan bersama satu juta orang lainnya. Apa yang dia wakili? Yang masing-masing agama mesti wakili adalah kolektivitas, teologi mayor, padnagnan filosofis, bukan pandangan pribadi saya. Saya mengambil satu langkah menjauh dari umat saya untuk menentramkan seseorang di sisi lain. Banyak muslim telah melakukannya untuk mendapatkan pekerjaan selama enam bulan di universitas tertentu atau visa untuk kembali ke Barat, Masya Allah kita selalu melakukannya.
Yang mesti dilakukan adalah berpegang pada kebenaran untuk mencapai pengeritan. Saya percaya jika masalah ini tidak terpecahkan, maka dialog peradaban tidak akna pernah terjadi di mana-mana. Saya sedikit khawatir karena dialog peradaban diumumkan oleh UNESCO karena UNESCO menghilangkan satu huruf yaitu huruf  “a”, agama. Ini terjadi karena dilarang dari UNESCO oleh pemerintah Soviet dan komunis Cina ketika UNESCO didirikan, dan berdasarkan definisi UNESCO adalah organisasi sekuler yang selalu mencoba untuk tidak berbicara tentang agama.
Apabila kita bicara tentang Ghazali sebagai seorang pemikir dari Kurasan apa arti kata ‘pemikir’? pemikir tidak berarti suatu hal yang buruk. Ghazali adalah salah seorang figur terpenting dalam sejarah Islam saya sedikit khawatir. Saya berpidato di UNESCO tahun allu mengenai isu sebelum tahun 2001. Bila dialog peradaban tdiak memeprtimbangkan sentralitas agama maka segala sesuatu yang lain menjadi sekunder, ini tidak relevan. Bila Islam dan Hindu tidak dapat saling memahami maka membandingkan Taj Mahal dengan beberapa bangunan Hindu dan lain sebagainya benar-benar sekunder. Kita tidak akan memahami peradaban-peradaban satu sama lainnya.
Hal seperti ini juga berlaku untuk Barat. Untungnya di Barat masih tersisia sesuatu dari Yahudi dan Kristen. Jadi dialog antara Islam dan barat, atau dunia Hindu dan Barat pertama-tama mesti menyentuh orang-orang di Barat yang masih percaya pada realitas metafisik dan sistem etis yang secara faktual sama dengan kita, yaitu orang-orang yang masih Yahudi dan Kristen atau masih bergantung pada-Nya. Malangnya, tentu saja terdapat begitu banyak penyimpangan yang terjadi antar Kristen sehingga sulit mengatakan siapa yang Kristen. Ada sebuah lelucon di Amerika Serikat: seorang laki-laki bertanya pada seseroang, apa yang anda percayai? Dia menjawab saya tidak percaya pada sesuatu pun. Kalau begitu anda adalah seorang Anglikan. Lelucon ini terus menggelinding dan menjadi tragedi yang besar.
Seluruh agama adalah jantung peradaban-peradaban. Ada beberapa elemen yang semuanya berdasarkan agama dalam satu sisi atau pada sisi lainnya, tapi tdiak identik dengannya, hal ini mesti diperhatikan dalam dialog peradaban yang serius.
Pertama-tama dalah pandangan dunia. Ide yang mendasari yang nota bene-nya adlaah agama dalam pemahaman metafisik, filosofis dan teologis, yaitu prima. Mungkin ada keharmonisan antar peradaban jika tidak ada keharmonisan pada pandangan dunia. Tidak akan pernah ada keharmonisan yang sempurna. Mungkin ada perjanjian untuk tidak saling membunuh, itu adalah hal yang lain, bukan berarti keharmonisan. Harmonis artinya dua sifat yang sesuai bagi kedua pihak. Mereka dikombinasikan satu sama lain dengan cara yang harmonis. Jadi hal yang pertama adalah pandangan dunia. Alasan saya menggunakan istilah ini, tidak pakai istilah agama adalah karena seseroang akan ikut-ikutan mengatakan Budha dan Konghucu bukan agama. Kata-kata ini adalah kata-kjata yang tidak bermanfaat (nonsense). Tetapi jika anda menggunakan istilah pandangan dunia maka alam mencakup semuanya, yaitu pemahaman puncak kita pada realitas. Apa pemahaman puncak kita mengenai realitas? Ia (pemahaman puncak tentang realitas) adalah yang menentukan bagaimana kita bertindak, berpikir dan bersikap. Pandangan kita visa vis ultimate (puncak) menentukan segala sesuatu yang kita lakukan, baik yang positif ataupun yang negatif, setengahnya sepenuhnya, yaitu jantungnya. Oleh karena mengapa agama begitu signifikan. Lalu siapa manusia itu? Tentu saja saya menggunakan istilah “man” dengan arti umat manusia, insan. Seperti apa  umat manusia itu? Kemana kita pergi? Apa tujuan kehidupan manusia? semua pertanyaan ini dihubungkan oleh setiap peradaban ke agama? Setiap agama mencoba menjawab pertanyaan ini. Beberapa agama, misalnya Konghucu tidak berbicara banyak tentang asal kita? Cosmogory, anthropogenesis. Tetapi semuanya telah berbicara mengenai apa kita, bagaimana kita sebaiknya bertindak, kemana kita pergi, apa tujuan kehidupan manusia. bila suatu agama tidak melakukan ini, maka ini bukan agama. Jadi inilah elemen penting pertama yang dihasilkan oleh pandangan dunia. Sifat umat manusia dan tujuan kehidupan dihubungkan dengan alam dunia sekitar kita, dunia alam cosmos. Oleh karena itu walaupun mengacu pada Islam, pada Al-Qur’an …. Hadits Nabi, selalu saja mengacu pada “umat manusia” dan “sifat” dalam Bahasa Arab.
Dalam Al-Qur’an kita mendapati beberapat ayat mengacu pada manusia,  beberapa yang lainnya pada  matahari, bulan, langit, tanaman, binatang, buah-buahan, dan lain-lain. Terdapat keseimbangan di antara mereka. Bagaimana kita melihat diri ktia sendiri menentukan bagaimana kita melihat dunia. Lihatlah dunia modern. Pertama-tama duni ini (sekuler) mensekulerkan dunia modern, lalu menciptakan manusia sekuler dalam bentuk lingkaran setan yang membawa kita pada ujung jurang.
Kemudian ada interaski sosial dan struktur sosial. Kita bukan hanya individu-individu yang hidup sebagai manusia di masyarakat. Setiap peradaban besar menciptakan strukutr sosial yang luar biasa, semuanya tidak identik. Identitas hanyalah dalam kesatuan pelaku. Di setiap tempat terdapat perbedaan ungkapan. Sangat mencengangkan ternyata tatanan keluarga Konghucu identik dengan tatanan keluarga Islam. Kemiripan seperti ini adalah kemiripan seluruh peradaban tradisional bahkan pada tingkat sosial. Misalnya, hirarki dalam keluarga, baik anda seorang Indian Amerika, hindu, Muslim atau Sinta Jepang nenek moyang selalu lebih dekat pada Tuhan karena dia lebih dekat ke sumber ras manusia. dalam Islam, kita tidak mempuyai sesembahan nenek moyang seperti di Cina. Namun, menghormati orang tua dan kakek nenek adalah bagian surah dalam Islam pemuda muslim di zaman saya telah kehilangan karunia ini. Saya punya teman seorang Persi yang mengatakan bahwa setiap kali saya menghadap ayah saya, saya harus berdiri dengan hormat pada ayah saya. Dan apa saja yang dia katakan saya akan mengatakan ya. Saya selalu berpikir bahwa ketika saya berumur 50 tahun, anak saya harus seperti begitu juga. Sekarang saya berdiri di depan anak saya dan mengatakan ya apa pun perkataan dia. Tentu saja ini merupakan perkecualian dari rusaknya hirarki yang selalu ada. Selalu ada kepentingan keluarga, perbedaan jenis k eluarga, ikatan yang dekat.
Pentingnya etika. Tidak ada peradaban yang tiak mempunyai etika. Setiap tindakan mempunyai efek pada jiwa. Kata orang para pengikut Yoga di India percaya bahwa segala sesuatu adalah maya, mereka tak percaya pada etika, kepercayaan ini tidak bermakna apa-apa (nonsense). Mereka tak mengerti apa-apa tentang Hindu. Tidak ada perkecualian dalam Islam, Hindu, Budha, Yahudi, Kristen. Ide bahwa tatanan sosial mesti diikat oleh norma etis tertentu yang pada akhirnya mempengaruhi kita sebagai umat manusia yang dilahirkan untuk keabadian. Etika mempengaruhi kita dalam cara yang terbaik, dan oleh karena itu etika tidak hanya baik tapi juga berfungsi sebagai pemelihara nilai-nilai tertentu, kemungkinan-kemungkinan sikap tertentu. Etika mengikuti kehidupan agama tertentu yang benar-benar penting bagi keberadaan manusia.
Oleh karena itu anda memiliki apa-apa yang orang sedikit perhatikan yaitu seni. Seni adalah seluruh wewenang pembuatan segala sesuatu. Saya menggunakan kata seni dalam arti tradisional berdasarkan kata bahasa latin atau dari kata Arab Sina’a yang berarti pembuatan segala sesuatu. Tuhan adalah seniman terbesar, Dia telah memberi kemampuan kepada kita. Kemampuan ini kemampuan yang sangat penting bagi dialog dan pengertian antar peradaban. Seringkali kekuatan seni juga dapat memberi arti yang tidak mudah dikaitkan dengan teologi atau filosofi.
Pada saat seru-serunya Barat berseteru dnegan Iran, bila orang-orang mendengar konser musik Persia atau melihat pameran miniatur Persia di Musium Victoria dan Musium Albert maka merka akan tertarik. Inilah peran besar seni dalam menyampaikan pesan. Tapi, ingat bahwa dalam peradaban tradisional, seni selalu menggambarkan ungkapan kebenaran agama. Saat ini seni religius mungkin benar-benar tidak religius. Subjeknya adalah religius. Oleh karena itu, kami membedakan seni religius dan seni sakral. Seni religius adalah seni yang kebetulan berbau religius. Seni sakral adalah seni yang bentuknya merefleksikan realitas Ilahiyah, yang prinsip dan simpbolnya adalah meta individual. Oleh karena itu, saya telah menyebutkan bahwa beberapa surat dalam Mazmur yang dijadikan lagu pada abad 20 lebih mempunyai muatan religius daripada lagu-lagu pengiring minum-minuman keras di abad pertengahan, begitulah kenyataannya.
Taba abad 13 lebih dekat pada seni Kristen daripada ke gereja-gereja di London ddan di banyak kota lainnya. Seni peradaban tradisional selalu berkatian dengan sesuatu yang sakral, yaitu kejantungnya peradaban. Arsitektur, puisi, musik, kaligrafi, masing-masing peradaban menghasilkan jenis-jenis seni tertentu, bukan seluruh bentuk. Tapi semuanya merupakan kunci yang sangat penting. Inilah paradoks besar kesulitan dialog.
Dalam Barat modern, seni menempati posisi teramat penting. Bagi banyak orang, seni telah mengambilalih posisi agama. Bila anda menodai nama Kristus maka tidak akan seorang yang merespon pada anda. Tapi bila anda merendahkan lukisan Michael Angelo maka pasti ada yang merespon pada anda. Anda benar-benar tak berada. Kenyataan ini nyata ketika terjadi tragedi besar di Afganistan bulan yang lalu. Taliban yang merupakan ciptaan Wahabi di jantung Islam Timur (saya tidak pernah melihat bentuk Islam ini) dengan pertolongan tentara Pakistan, Taliban menghancurkan patung Budha di Banyan. Perbuatan ini bertentangan dengan sunah Nabi. Saya menulis sesuatu saat itu dan setiap orang di Departemen Serikat (USA, pent) memanggil saya. Saya biasanya tidak mau terlibat dalam politik kecuali menulis sedikit surat. Saya berkata bahwa tatkala Umar memasuki Yerusalem dia menolak sholat di dalam Gereja Sepecure Suci. Dia meletakan sejadahnya di luar pintu dan sholat di sana sehingga tak ada seorang pun shalat di dalam. Tidak ada patung Kristen yang dirusakkan oleh khalifah.
Jadi apa yang diperbuat Taliban? Yang betul-betul mereka ingini adalah melukai Barat sebab Barat telah melakukan embargo yang membunuh begitu banyak anak-anak Afghanistan. Mereka tahu bahwa bila mereka mengutuk Kristen maka tak seorang pun yang peduli. Tetapi perusakan seni akan membuat orang-orang bereaksi. Ketika lebih dari 10.000 anak-anak Afganistan meninggal karena embargo, beberapa artikel singkat muncul di halaman 55 pada New York Times. Tapi tidak lama setelah tragedi penghancuran ini beritanya dimuat di halaman depan di setiap koran di Inggris dan Amerika. Begitulah sebenarnya makna dialog agama. Arti seni. Bagi banyak orang seni biasanya tidak berarti, banyak bentuk sisi yang menggiring ke Neraka. Mereka  merupakan ekspresi gerak hati yang terendah dan kejam. Walaupun demikian seni nyaris suci, ia menggantikan posisi kagama bagi banyak orang. Bila seseorang akan berdialog bukan antar peradaban-peradaban tradisional tetapi antara peradaban-peradaban tradisional dan Barat maka inilah salah satu permasalahan-permasalahan yang penting. Misalnya, saat ini Amerika merasa mengalahkan peradaban non Barat bila mereka mendengarkan rock and roll. Inilah tanda kemenangan peradaban Barat. Dalam satu sisi mereka (orang Amerika) benar karena ini (tanda kemenangan) mereka merupakan satu jenis terobosan jiwa pemuda. Tak ada seni yang tidak memiliki psan, apakah ia patung atau miniatur Parsi. Tidak ada pesan dua peradaban yang sama. Dalam dialog ini perlu dijalin saling pengertian. Banyak kaum muslimin yang tidak  mengerti pengaruh seni Barat. Oleh karena muncullah begitu banyak mesjid buruk di dunia Islam. Sekali waktu mantan mentri Agaf di Indonesia bertanya kepada saya tentang masa depan Islam di Indonesia. Kata saya, pertama-tama hancurkan mesjid nasional anda yang dibangun oleh seorang pendeta Belgia yang telah menjadi seorang Ateis. Saya yakin bahwa mesjid nasional ini merupakan salah satu dari tiga atau empat bangunan terburuk di dunia yang digunakan untuk beribadah. Halnya seperti demikian karena umat Islam tidak mengerti pengaruh seni  pada jiwa. Saya memberikan contoh-contoh konkrit ini dari Taliban sampai masjid di Jakarta untuk menunjukkan betapa pentingnya dialog antar agama ini dalam kategori terakhir.
Dan akhirnya saya ingin menyimpulkan dengan mengatakan sesuatu  yang berlawanan dengan kata-kata banyak sekuralis katakan, khususnya di Eropa yaitu kata kata: agama tidak pergi jauh. Saya ingin menunjukkan sebuah buku yang baru saja keluar di Amerika yang telah memancing banyak perdebatan yang disebut desekulerisasi masyarakat. Bahkan sekulerisasi masyarakat tapi desekulerisasi. Keduanya merupakan proses yang bertentangan. Buku ini ditulis oleh sosiologis Amerika yang paling terkenal, yaitu Peter Berger. Dia adalah salah seorang teoritis terbesar tentang teori sekuler. Buku ini terdiri dari beberapa essei karya para ahli terkenal selruuh dunia, dan esei pembukanya ditulis oleh Peter Berger sendiri. Semua isinya menyajikan, tesis bahwa seluruh agama dunia mengalami peningkatan luar biasa, kecuali di Eropa Barat, apakah itu Amerika Utara, Amerika Selatan, dunia Islam, Budha Asia, bahkan Komunis Cina. Apakah Konghucu lebih kuat di jaman sekarang atau di jaman Mao Tse Tung. Saya kira semua orang tahu bahwa Konghucu mengalami kemajuan bahkan di Komunis Cina. Pada Hindu India seluruh sekulerisme, Nehru adalah sejarah, tak seorang pun membicarakannya lagi. Di dunia Islam figur yang anti Islam pada abad 20 yaitu Kemal Ataturk. Saya yakin bahwa semua tidak akan berlangsung lama.
Seluruh gelombang sekulerisasi yang terjadi di awal atau pertengahan abad 20 bertentangan dalam atu atau dua hal. Jadi apa yang akan keluar darinya? Tapi ide yang orang-orang pegang dan masih dipegang oleh banyak ahli sejarah Inggris dan Perancis adalah bahwa ini semua adalah sebuah epiphenomena yang berdasarkan faktor ekonomi dan sosiologis dan agama akan benar-benar dilupakan. Hal ini benar-benar salah, sedikitnya bagi masa depan yang dapat diterka.
Orang yang berpikiran bahwa Iran dan Mesir akan memasuki fase pasca Islam seperti halnya Inggris yang sekarang mengalami pasca Kristen adalah orang yang sedang mengalami. Apa yang sedang terjadi di Eropa adalah persoalan rumit yang tidak akan saya bicarakan. Saya akan menyimpulkan bahwa wagama tidak sedang melemah di dunia. Bahkan semkain menguat, kadang-kadang muncul dalam bentuk yang buruk yaitu bentuk yang fanatik. Kapan saja sesuatu mengancam bila seseorang meninju perut anda maka anda dengan segera mengerutkan otot-otot perut anda. Itulah reaksi pada pemukulan. Begitu pula yang terjadi di dunia Islam, Hindu, Budha. Namun bila anda melihat dari kejauhan, jelas bahwa di bidang seni bahkan di bidang pemkirkan sekulerisasi nampak melemah. Oleh karena itu bila anda melakukan dialog peradaban maka agama jelas menjadi titik tumpunya. Tanpa pemahaman terhadap agama yang merupakan kebenaran universal dan berkaitan dengan kita, Islam sebagai komunitas yang religius dan politis, maka dialog peradaban tidak akan pernah sukses.
Dunia telah berubah sedemikian rupa sehingga ktia semua akan selamat atau tenggelam bersama-sama. Pikiran beberapa penyebar Kristen bahwa Kristen bakal datang dan menyelamatkan beberapa ribu orang, sementara yang lainnya akan dikutuk dan dimasukkan ke Neraka. Dengan karunia Ilahiyahnya Allah tidak mungkin melakukan hal semacam itu. Anda akan mengalami semakin banyak peperangan antara orang yang beriman dan orang tidak beriman. Orang-orang yang mendasarkan pandangannya pada Tuhan dan orang-orang yang selainnya. Keadaan seperti ini akan menyebar sedemikian rupa sehingga pengaruh modern menyebar ke Timur, sedangkan elemen yang lainnya ke Barat. Kita sekarang sedang menyaksikan sejenis pertempuran darat yang Tuhan ketahui, mungkin menjadi pemandangan terakhir dalam sejarah manusia. Peperangan ini adalah peperangan untuk tidak membicarakan kiasan yang sudah biasa yaitu gelap dan terang tetapi peperangan antara orang-orang beriman, orang-orang yang baginya aspek realitas yang transedental dan luhur, dan orang-orang yang tidak beriman.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar