Kamis, 10 November 2011

ISLAM EMANSIPATORIS


ISLAM EMANSIPATORIS 

Heteroginitas dan pluralitas manusia adalah sebuah rahmat Allah SWT yang perlu disyukuri oleh setiap manusia yang mukallaf. Semua yang tereksistensi adalah sebuah kenikmatan yang sangat luar biasa, yang secara langsung menyuruh manusia untuk mentafakuri segala realitas yang terwujud.
kelahiran Islam adalah untuk melakukan emansipasi dan liberasi terhadap kebodohan yang membelenggu manusia. Gerakan humanisasi oleh Nabi membangun pondasi yang kokoh untuk memanusiakan manusia, mengembalikan manusia pada essensinya sebagai makhluk rasional yang mempunyai aturan hukum, sebagai makhluk universal. Dengan eskatologis principle  Nabi membangun sebuah formasi sosial berlandaskan the right and justice dimana semua manusia adalah sama tanpa membedakan status gender, sosial, etnik, bangsa, maupun bahasa. Yang membedakanya adalah ukuran kemuliaan disisi Tuhan yang maha Esa yaitu prestasi dan kualitas tanpa membedakan gender maupun etnik ( 49;13).
Emansipatoris adalah revolusi prioritas yang di hembuskan oleh sang Rasul, untuk membebaskan manusia dari mata rantai ekspolitasi karena hegemoni kekuasaan suatu kelompok, baik gender dan etnik. Islam memposisikan manusia dalam formasi yang sama mempunyai peran, hak dan kewajiban yang sama, yang membedakannya adalah kualitas dan kuantitas peranannya dalam membentuk formasi sosial.
Kata emansipasi berasal dari bahasa latin emancipatio  yang berarti "pembebasan dari sebuah kekuasaan", (kamus popular). Dengan demikian bisa di deskripsi bahwa emansipasi adalah sebuah gerakan pembebasan dari seorang atau kelompok yang ter-ternegasikan dan termarginal-kan, dari hegemoni maupun dominasi kelompok yang berkuasa. Gerakan emansipasi timbul karena menginginkan adanya sebuah revolusi dari sebuah kondisi yang imperialis kearah liberalis, dari sentralistik ke desentralistik. Gerakan emansipasi berakar dari sebuah kelompok poletar yang termarginalkan yang menghendaki sebuah pengakuan terhadap eksistensinya.
Islam dan emansipatoris mempunyai sebuah close relation, yang satu merupakan identitas yang lainnya, begitupun sebaliknya, emansipasi adalah gerakan revolusi Islam itu sendiri. "Islam adalah agama yang menganut tentang egalitarian dan human equality bahwa pluralitas manusia adalah rahmat Tuhan, bukan merupakan sebuah pembeda derajat suatu kelompok etnik ataupun gender, semua adalah sama, yang membedakannya adalah kualitas dedikasinya terhadap dalam membentuk kesalehan individu dan social (49;13)".
Misi kenabian Muhammad membawa sebuah a big change dalam peradaban manusia, sebuah revolusi terjadi dalam sejarah peradaban manusia, ketika orientasi hidup manusia berubah secara drastis, peralihan dari masa era kegelapan (dzulumat) ke masa era pencerahan (Annur)
Dengan demikian Islam emansipatoris adalah, gerakan liberasi dan emansipasi dimana manusia tidak bisa tunduk manusia lain, selain kepada kebenaran Tuhan dan manusiapun harus menolak berbagai bentuk ketidakadilan dan hanya untuk menerima dan memperjuangkan kebenaran dan keadilan.
Ketidak-adilan terutama eksploitasi dan penindasan manusia selalu terjadi disepanjang sejarah manusia, begitupun sampai saat ini, hal tersebut tidak bisa lepas dari tabiat manusia yang bersifat prudensial. Saat ini negasi suatu kelompok terhadap kelompok lain masih terjadi, bahkan merambat sampai kedalam berbagai sendi-sendi kehidupan manusia, baik dalam kehidupan politik, social, budaya bahkan agama sekalipun

Rasisme, borjoisme-poletarisme, feodalisme-coolisme, kastaisme adalah cerita sejarah manusia yang selalu membeda-bedakan kelas dengan status sosial gender dan etnik. Yang paling mencuat sampai saat ini adalah masalah kapitalisme dan rasisme yang cukup meracuni peradaban manusia saat ini. Egoisme kaum putih (white ethnic) atas kaum hitam (black ethnic) masih saja terjadi seperti dalam dunia sepakbola kasus rasisme sering jadi tontonan biasa. Hal yang mungkin paling mewabah adalah kapitalisme, baik ekonomi, pendidikan maupun politis. Kapitalisme melahirkan ketidakadilan sosial sehingga muncullah monopoli, elitisme, individualisme, borjoisme dan berbagai istilah yang mendiskreditkan suatu kelompok manusia tertentu. Globalisasi telah membuat keberhasilan manusia dan sekaligus mencemari peradabannya itu sendiri. Ketidak pedulian sosial dari kaum intelektual, hartawan dan penguasa menjadikan sebuah ketidakadilan sosial.
  Islam mengajarkan sebuah pluralitas sosial bahwa manusia tercipta secara heterogen dan hal itu bukan  merupakan sebuah pembeda derajat dan martabat manusia. Tapi merupakan sebuah kelebihan masing-masing, meskipun memiliki kebebasan tapi tidak untuk saling mendiskreditkan dan menegasikan tapi untuk sharing-take and give. Islam tidak memandang perbedaan suku, bangsa maupun kelompok sosial tertentu, sehingga Islam itu sangat menghargai adanya hak asasi manusia (al'Haqq-al-Syakhsiyah) yang digemborkan oleh barat, tapi dengan catatan hal itu tidak melampui batas aturan transendensi.
kapitalisme ekonomi yang melahirkan borjoisme dan termasuk kehidupan hedonisme telah menyebabkan kekacauan sosial. Ketertindasan kaum miskin-papa menjadi issu mendunia sejajar dengan mendunianya kagemerlapan kaum penguasa, pegusaha, dan para kaum selebrity, suatu yang kontradiktif.
Manusia selain merdeka juga memiliki ambisi tak terbatas (hawa nafsu) yang cenderung merugikan orang lain dan juga dirinya sendiri. Maka selain kemerdekaan, persamaan hak antara sesama manusia harus di tegakkan. Islam menuntut persamaan antar manusia (egalitarian), Persaudaraan universal (universal brotherhood), kesetaraan (equality), keadilan sosial (social justice) dan keadilan ekonomi (economical justice).dengan demikian Islam menegakan hak-hak substansial manusia.
Tuhan sebagai kebenaran dan keadilan mutlak mengajarkan bahwa kepemilikan hanyalah sebuah fungsi sosial, manusia hanya dipercayakan dengan sebagai apa dia. Yang dimiliki hanya sebuah kepercayaan (trust) atau simpanan (invest), dia hanya punya hak untuk menggunakan bukan menyalahgunakan, buat menanam bukan kapitalis, mengembangkan bukan monopoli, menggunakan sebatas kebutuhannya.(57:7). Dalam kepemilikan si kaya ada hak untuk si miskin, dalam kesejahteraan si kaya ada bagian untuk mensejahterakan si miskin. Begitupun kekayaan negara tidak ditinggalkan ditangan orang-orang tertentu (minoritas) tetapi harus berputar diantara semua individu, yang memiliki komunitas yang sama; bukan ditangan minoritas yang berkuasa diatas kaum mayoritas (59:7). Itulah kebenaran mutlak. Keadilan ekonomi harus dirasakan oleh seluruh komunitas tanpa mengenal kelas sosial. Jelaslah bahwa Islam memberikan sebuah kebebasan aksi sosial dan ekonomi tetapi kebebasan tersebut dibatasi oleh aturan kebenaran atas nama keadilan mutlak.
Dengan adanya Islam emansipatoris dalam ekonomi dan sosial, kekacauan social (social clutter) dan kekacauan ekonomi (economical clutter) tidak akan terjadi. Dengan kesadaran dan kesalehan sosial yang terbentuk maka suatu bangsa akan maju dan bermartabat.
Emansipatorisme Islam pada dasarnya pengakuan terhadap kebebasan (liberasi) tetapi tidak lepas dari sebuah aturan sosial. Emansipatorisme Islam adalah pengakuan terhadap persamaan (egalitarian), Persaudaraan universal (universal brotherhood), kesetaraan (equality), keadilan sosial (social justice) dan keadilan ekonomi (economical justice) semua konsep tersebut adalah untuk membangun sebuah formasi sosial yang yang berkonsep civil society
Formasi sosial yang menganut civil society  adalah yang ditopang oleh emansipatorisme Islam, yang dalam tataran praksisnya perlu adanya sinergitas kesadaran dan kehendak (will) antara pemerintah dan yang diperintah, penguasa dan rakyat, sipil dan militer, sehingga tanpa adanya kesadaran universal tentunya konsep civil societynya Nabi tidak akan pernah terwujud.  Dengan demikian islam emansipatoris haru diperjuangkan dan senantiasa dikibarkan oleh setiap elemen yang mempunyai kesadaran tanggung jawab moral. Tugas manusia adalah untuk melakukan humanisasi; memanusiakan manusia, untuk menjadi seorang abid dan khalifah.

Gender Menurut Pandangan Islam
Gender adalah hal yang sangat substansi dalam kelangsungan hidup manusia, tetapi dalam dinamika kehidupan manusia selalu saja menjadi sebuah polemik karena perbedaan persepsi dan perbedaan peran dalam sosial. hal ini menjadi perhatian semua kalangan baik masyarakat kaum awam, akademisi, intelektual sampai kaum politisi, tentu saja hal inipun direspons oleh kaum perempuan dengan gerakan emansipasi yang memperjuangkan hak-haknya yang selalu dipandang sebagai "the second class" dalam kehidupan. Mereka menginginkan sebuah peranan yang sama dengan kaum adam.
Istilah gerakan perempuan yang lebih dikenal dengan istilah emansiapsi wanita lahir bersamaan dengan meletusnya revolusi Francis di akhir abad ke-XVIII. Ketika eropa gencar dengan program pembebasan akal dari belenggu theology gereja, maka lahirlah faham pencerahan (renaissance) di Itali yang melahirkan kesadaran baru bagi bangsa eropa. Maka bersamaan dengan lahirnya faham liberalis-sosial politik kaum perempuan eropapun bangkit untuk memperjuangkan hak-haknya, dari sinilah awal gerakan feminisme individualis dengan dipelopori Mary Wollstonecraft di Inggris dengan bukunya " A vindication of the rights of women" pada tahun 1792. sebelumnya diawali oleh ketidkpuasan mereka terhadap hasil konferensi di eropa abad XIV yang membahas wanita sebagai manusia atau hewan? Dengan hasil keputusan bahwa wanita bukan mahluk bernyawa hany sebagai pelengkap kehidupan laki-laki.
Dari sinilah muncul berbagai aliran feminisme seperti gerakan feminisme sosialis non marxis (1860-1935) oleh Charlotte Perkins Gilman, di Rusia muncul aliran feminisme marxis (1872-1952) oloeh Alexandra Kollontai. Kemudian aliran Radicalisme yang dirintis para wanita karir diera pasca perang dunia ke-II yang bermula dengan terbitnya buku filsuf eksistensialis wanita Simone de Bezoir yang menganjurkan wanita untuk tidak kawin, gerakan ini dikenal dengan istilah "woman lib" yang menantang "sexisme" dan "patriarkhi". Hingga saat ini mithos bahwa laki-laki lebih tinggi dari pada derajat perempuan terus menghiasi sejarah peradaban manusia, hal ini terjadi karena manusia banyak tidak memahami essensi dan eksistensi dirinya sendiri sebagai mahluk yang mengemban tugas transendensi yang merupakan sebuah peraturan primordial.
Sejak lahir Islam sudah menggembor-gemborkan emansipasi wanita, yang pada saat kelahiran Islam wanita hanyalah sebagai sapi perahan laki-laki bahkan kehadirannyapun dianggap sebagai sebuah aib besar. Sungguh sebuah perlakuan yang sangat tidak manusiawi. Islam mendudukan wanita pada derajatnya yang paling tinggi, dengan berbagai kelebihan kodratnya sebagai perempuan, perempuan mempunyai kedudukan dan peranan yang sama dengan kaum laki-laki dalam melakukan kegiatan sosial, sehingga tidak ada istilah second sex ataupun second class yang membeda-bedakan kelas manusia itu sendiri.
Gerakan feminisme yang beraliran modernitas saat ini banyak sekali mengalami kerancuan dalam mekanismenya yang justru perempuan banyak yang telah meninggalkan dan melawan kodratnya sendiri. Banyaknya wanita yang tidak mau mengandung, pergaulan bebas remaja wanita dijustifikasi sebagai bagian emansipasi. Dengan justifikasi HAM, wanita menghinakan dan mendiskreditkan kodratnya sendiri, karena ia telah menjual harga dirinya dan kehormatan ke public khususnya kaum adam. Padahal menurut konteks Islam bahwa derajat wanita sama dengan laki-laki dengan tidak melampui batas kodratnya sebagai wanita, justru penerimaan atas kelebihan kodratnya merupakan sebuah kelebihan dan kehormatan kaum perempuan itu sendiri.
Wanita dalam Issu politis kontemporer sering dikesampingkan kemampuannya tak terkecuali oleh kalangan religius. Al'Qur'an menceritakan banyak cerita tentang kemampuan kaum wanita seperti Bilqis dan Maryam, Aisyah binti abu-Bakr dan Fatimah binti Muhammad adalah tokoh-tokoh politik yang sangat berpengaruh dan perannya sangat mempengaruhi peradaban dan budaya manusia pada saat itu. Sehingga seorang imam al'Arabi mendudukan wanita sebagai seorang yang sangat istimewa denagn kelabihannya yang tidak dimiliki oleh laki-laki sehingga tiga orang wanita dijadikannya sebagai guru spiritualnya.
Dengan demikian Islam memposisikan wanita dalam peran yang sama, emansipasi wanita adalah kebebasan wanita dalam berperan tetapi peran yang tidak menghilangkan kodratnya sendiri sebagai manusia feminine sebagai sebuah kesadaran identitas.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar