Minggu, 13 November 2011

GLOBALISASI SEBAGAI TANTANGAN TERHADAP MASYARAKAT INDONESIA YANG DICITA-CITAKAN


PENGANTAR DISKUSI
UNTUK CURAH SUM BANGAN PEMIKIRAN
MENGENAI “GLOBALISASI SEBAGAI TANTANGAN TERHADAP
MASYARAKAT INDONESIA YANG DICITA-CITAKAN”

PENDAHULUAN

Ada beberapa pertimbangan mengapa kita perlu memberikan perhatian kita kepada masalah globalisasi. Pertama, kita telah memasuki ambang awal milenium III sebagai era globalisasi walaupun gejalanya sudah terasa sejak bagian akhir dan abad 20. Kedua, kita menyadari bahwa globalisasi merupakan faktor utama yang telah mengguncang hampir segala sendi kehidupan bangsa, negara dan masyarakat Indonesia. Globalisasi masuk ke Indonesia lebih cepat dan kemampuan kita untuk dapat menerima dan mengolahnya bagi kemajuan kita, satu dan lain hal karena selama mi ketahanan nasional kita diletakkan kepada kekuatan-kekuatan yang sifatnya semu.
Apabila tujuan reformasi adalah mengatasi krisis, memulihkan kekuatan nasional untuk kemudian mampu bangkit kembali sebagai bangsa terhormat di dalam milenium ketiga, maka salah satu tolok ukur keberhasilan kita adalah apakah kita akan mampu dan berhasil menghadapi dan mengarungi era globalisasi tersebut. Ajakan Presiden untuk membuat bangsa dan negara kita menjadi bangsa dan negara yang terhormat dan bermartabat, perlu kita tempatkan di dalam konteks globalisasi sebagai peluang maupun tantangan.

HAKEKAT GLOBALISASI

Langkah pertama yang amat penting adalah membangun persepsi bersama mengenai globalisasm itu. Dewasa mi sudah terdapat berbagai definisi mengenai globalisasm. Ada yang memandang globalisasi sebagai gejala yang jelas, ada yang merasa globalisasi merupakan gejolak sejarah yang tidak mudah untuk dikenali saat mi.
Globalization is a complex phenomenon, fraught with contrasts. It promises to bringful/y into active pattic,Pation in the world economy two bilion women and men in the fast growing countries. But hundreds of millions of other individuals fear that the same forces threaten to shut them out from the promise of prosperity They are unemployed or low wage earners in sectors of industr,~l economies that had been lagging behind in the process of change. They are too the poor and jobless of many developing countries that depend on few commodities barely touched by globalization. (John H. Dunning and K/ia/il A. Hamdani).
Bagi sementara orang globalisasi dipandang sebagai bagian dan proses integrasi umat manusia, namun bagi yang Iainnya globalisasi justru dirasakan sebagai ancaman disintegrasi dan marginalisasi kemanusiaan secara total dan semesta. Ada yang mendefinisikan globalisasi sebagai “the compression of the world into a single space and the intensification of the world consciousnes of the world as a whole” (Robertson). Ada yang memandang globalisasi sebagai proses perubahan yang bergerak cepat, saling kait mengkait, dan bercakupan semesta. Ada yang melihat faktor ekonomm, teknologm dan pengetahuan sebagai faktor utamanya. Ada yang memandang globalisasi sebagam kebangkitan baru kesadaran kemanusiaan semesta.

CIRI- CIRI GLOBALISASI
Tidak mudah untuk membuat definisi mengenai globalisasi secara Iengkap dan komprehensif. Mungkmn lebih baik kita berusaha mengenali ciri-cirinya dan kemudian mencoba membuat gambaran yang agak utuh.

1.    Globalisasi sebagai kelanjutan dan modernisasi.

Globalisasi sesungguhnya tidaklah datang secara mendadak. Ada masukan­masukan dan masa Iampau yang kemudian berakumulasi dan bermuara kepada apa yang terjadi dewasa ml. Dalam hal mi globalisasi perlu diselami sebagai kejadian yang mempunyai Iatar belakang sejarah Barat dan Eropa. Globalisasi merupakan gelombang lanjutan dan runtuhnya abad pertengahan Eropa yang serba keagamaan melahirkan jaman modern, di mana manusia berusaha mewujudkan sistem alternatif non-keagamaan yang sifatnya kokoh dan semesta. Humanisme dan renaisance dan kemudian gelombang Enl,~ihtenment atau Aufklarung merupakan awal dan kebangkitan modern tersebut. Faktor-faktor dominan yang menggerakkan adalah ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, hasrat akan kemerdekaan dan kehausan akan kekuasaan. Perubahan tersebut menjadi awal dan gerak evolusi dan bahkan koevolusi yang bergerak terus yang sifatnya menjadi ekspansif dan akumulatif diberbagai bidang kehidupan manusia, yang kemudian pada saat mi bermuara menjadi perubahan besar yang dinamakan globalisasi tersebut.


2.    Cinl-dri Bidang Ekonomi.

Sebetulnya faktor terpeniting di dalam terjadmnya modernisasi itu adalah faktor ekonomi. Lahirnya jaman modern meruntuhkan tata ekonomi feodal
digantikan dengan tata ekonomi kota. Tata ekonomi kota lebih lanjut tumbuh dan melahirkan tata ekonomi nasional dalam anti ekonomi negara (nation states~. Interaksi balk yang bersifat konfliktif maupun asosiatif dan ekonomi nasional (ekonomi negana) mi tebih lanjut melahirkan sistem ekonomi intennasional. Pnoses evolusi dan koevolusi dan suasana ekonomi internasional mi berakumulasi dan melahirkan tahap ekonomi trans nasional yang merupakan salah satu cmi utama dan apa yang dinamakan globalisasi tersebut. Di dalam fase mi maka ekonomi telah bergerak melintasi batas­batas nasional sementara negara bangsa tidak Iagi menjadi faktor utama yang menentukan.

3.    Ciri-cini Bidang Kemasyarakatan

Sebagai reaksi terhadap golongan bangsawan yang disebut sebagai “eerste stand’ dan golongan agama sebagai “tweede stand’ maka jaman modern melahirkan apa yang disebut sebagai “derde stand” yang juga disebut sebagai “burgerl(/k” (civil). Fakton ekonomi memang telah menjadi pemicu Iahirnya golongan ketiga in Munculnya golongan ketiga mi mungkin dapat dipandang sebagai konsep civil socieity generasi pertama. Sifatnya masih reaktioner opositif terhadap golongan Iawannya. Di dalam perkembangannya maka lahinlah konsepsi-konsepsi sistem kemasyarakat-an non keagamaan, antara lain di dalam konsep hak-hak asasi, kemerdekaan, netaionalisme, demokrasi, republik, hukum, namun juga berbagai sistem kekuasaan balk ideologi, politik maupun ekonomi. Inilah konsep civil society generasi kedua yang intinya adalah upaya membangun sistem alternatif non keagamaan yang sifatnya semesta, balk idiil maupun operasionalnya. Lahinlah misalnya konsep sistem liberal, sistem kapitalis, sistem sosialis, komunis dan lain sebagamnya. Pada fase mi kekuasaan merupakan titik berat penhatian, di mana negara bangsa dipandang sebagai institusi alternatif non keagamaan yang sifatnya ideal. Sejalan dengan perkembangan ekonomi yang bengerak dan fase internasional kepada fase tnansnasional, maka tenjadi pula pergeseran dan fase civil society generasi kedua kepada fase society generasi ketiga. Dalam fase mi manusia melihat bahwa essensi dan pemberontakan modern adalah melawan kekuasaan yang ada pada abad pentengahan tersebut. Maka itu essensi dan alternatif yang dicita-citakan adalah membebaskan manusia dan segala apa yang dinamakan kekuasaan. Negana, institusi, stnuktur, balk politik, ekonomi, hukum maupun militer, dipandang sebagai wujud dan apa yang dinamakan kekuasaan yang bagaimanapun akan selalu membawa manusia kedalam jurang dehumanisasi. Itulah sebabnya maka konsep civil sosiety generasi ketiga cenderung melepaskan manusia dan masyarakat dan segata bentuk institusi kekuasaan maupun stnuktur itu. Sepenti halnya di dalam konsep generasi kedua tenjadi sikap memisahkan agama dan dunia dan manusia sampai kepada memusuhi agama dan bahkan memusuhi dan rnembuangkan Tuhan (seku/arisasi sekular,sme dan atheisme), maka pada generasi ketiga mi ada berbagai vaniasi sikap dan yang memisahkan negara dan masyanakat sampai kepada sikap yang memandang penlunya negara dan segala institusi kekuasaan dan stnuktun itu dihancunkan dan dibinasakan (Eksistensiallsme, strukturalisme, neomarxisme, post modernicme). Dalam fase akhin mi kelanjutan dan evolusi modernisasi nampak menggejala di dalam genak anti modennisasi itu sendini, apabila hakikat modernisasi adalah kekuatan dan kekuasaan.

4.    Cini-cini Bidang Ilmu dan Teknologi

Humanisme dan nenaisance memacu terjadinya kemajuan ilmu pengetahuan khususnya yang empinis dan mengenam alam kosmika/. Di dalam perkembangannya pada jaman Aufk/arung maka tumbuh perkembangan ilmu menjadi makmn kuat. Evolusi ilmu dan teknologi menunjukkan betapa pada awalnya kedua hal mi tidak langsung benkaitan dengan perkembangan ekonomi akan tetapm kemudian ilmu, teknologi dan ekonomi menjadi suatu koevolusi yang makin manunggal. Revolusi industni I melahinkan masyarakat industni modern awal, didukung oleh peradaban industni yang tendini dan ilmu pengetahuan positif modern dan teknologi.

Revolusi industni kedua melahirkan apa yang disebut sebagai rnechanisation society (mass production) didukung oleh lahinnya science controlled technology Dan fase controlled technology mi manusia mengembangkan lebih lanjut automatisasi (automatic controlled technology~ yang benmuara kepada sibernetika. Sibernetika inilah mendonong tenjadmnya automation society Sibemetika dan fase automation society inilah yang kemudian melahirkan nevolusi industni III yang amat besan pengaruhnya tenhadap informasi, komunikasi, tnansportasi, dan penguasaan sumben-sumben energi. Terjadinya nevolusi industri III di dalam suasana automation society yang didukung oleh kekuatan sibernetika dan penguasaan sumber-sumber enengi itulah yang menyebabkan (dan mungkin menjadi salah satu fakton) tenjadinya perubahan dan fase intennasional kepada fase transnasional serta lahinnya konsep civil society generasi ketiga. Ekonomi menjadi bersifat tnansnasional ketika sibernetikanya enengi ekonomi yaitu sistem moneten juga masuk ke dalam roda automation society mi. Kita memang belum benhenti. Ilmu dan tehnologi yang pada awalnya hanya menjamah alam di luan manusia telah pula menembus alam di dalam din manusia sendini. IImu biologi telah membawa manusia memasuki bio -technology, dan bahkan bengabung dengan psikologi telah mulai memasuki medan psycho bio technology, yang mungkin akan menjadi medan utama untuk penkembangan umat manusia di masa yang akan datang.

5.    Dimensi Kekuatan dan Kekuasaan

Zaman modern merupakan zaman yang menyadarkan bahwa manusia memiliki kekuatan dan kekuasaan yang ada di dalam dininya sendini (tidak di dalam kebangsawanan ataupun di dalam keagamaan). Kanena itulah manusia ingin membangun sistem altennatif kekuasaan yang basisnya bukan kebangsawanan bukan pula keagamaan. Zaman modern menyadankan manusia betapa ekonomi merupakan faktor basis bagi kekuasaan dan kekuatan, terutama ketika ekonomi kota tumbuh menjadi ekonomi nasionat dengan negara bangsa sebagai institusi kekuasaan atau pelaku utamanya. Kekuasaan negana ditentukan oleh kekuatan ekonominya, balk kekuatan itu berupa massa manusia ataupun kekuatan itu menjadi sistem kekuatan yang tenonganisasi. Pada awalnya orang menyadani betapa kekuatan kekuasaan hanuslah didukung oleh massa dan kemampuan kekerasan phisiknya (violence). Namun untuk inipun ekonomilah yang harus mendukungnya, tenutama uang. Maka penhatian kekuasaan tentujulah kepada membangun basis ekonomi negara. Dalam kaitan inilah maka dapat difahami teriadinya gerakan kolonialisme balk yang kuno maupun sampai kepada impenialisme modern dan neoimpenialisme dewasa mi. Intl kekuasaan tidak tenletak di dalam “violence” akan tetapi pada fakton “wealth’ apalagi ketika ekonomm makin manunggal dengan ilmu dan tehnologi. Kekuasaan menjadi didukung oleh ekonomi yang dapat menyediakan mesin-mesin pemaksa dan mesin­mesin penakluk (penang) yang tenjadi sampai sekanang ml. Ekonomi menjadi makin menyatu dengan politik dan militen. Semua mi menupakan bagman nyata dan revolusi industni II. Telah terjadi perang dunia I, penang dunia II, dan kemudian dunia yang berada di dalam suasana konflik bipolar. Penkembangan internasional kedalam fase transnasional nampaknya telah pula mengubah situasi: Suasana bipolar menjadi suasana mu/tip a/ar, namun yang lebih penting dan itu maka kekuatan kekuasaan akan amat ditentukan oleh yang memilki basis nevolusi industni II yang dipenkuat dengan basis revolusi industni III serta penguasaan ekonomi transnasional dalam ilmu dan tehnologi yang serba sibernetika. Semua mi akan mengubah gaya maupun metoda penebutan kekuasaan dan adu kekuatan dan suasana lama kepada suasana banu. Konsep pentahanan, konsep keamanan, konsep penang, konsep militer mungkin akan mengalami penubahan mendasan. Konsep kompetisi yang banyak dibicanakan sebagai cmi globalisasi tidak tenlepas dan dimensi kekuatan dan kekuasaan mi.

6.    Globalisasi sebaciai konflik antara kekuatan kekuasaan dan nilai

Mengamati cini-cini globalisasi sebagaimana tersebut di atas maka di dalam penkembangannya globalisasi tidak hanya akan membawa masalah dilema antara yang maju dan yang tentinggal, yang kaya dan yang miskin, namun secara fundamental globalisasi akan membawa dilema antana mereka yang
u~Iyt~ai~ paua jcIIuI r~I’~Ucz~ddII ucIII tc~eI~UdLdII ~e[t1dLd-mdEd aengan mereKa yang bergerak pada jalur cita-cita dan nilai, tenutama cita-cita kemanusiaan (humanisasi). Ekonomi, ilmu dan tehnologi sebagai basis kekuatan dan kekuasaan akan selalu memberikan kemungkinan kepada kekuatan-kekuatan dunia untuk bengerak atas dasar kemauan dan kekuatan kekuasaannya semata-mata, apakah itu kekuatan politik, ekonomi, militer, bahkan tenorisme yang benskala internasional dapat menjadi tnansnasional pula. Di dalam konteks inilah maka globalisasi masih menghadapkan umat manusia kepada masalah dapatkah umat manusia mewujudkan tata dunia banu, tata ekonomi baru, tata politik dunia baru di mana kekuatan dan kekuasaan yang didukung oleh ekonomi, ilmu dan tehnologi akan dapat menjadi kekuatan dan kekuasaan yang berwatak kemanusiaan yang luhur secana semesta, berbasis monalitas senta tenbuka kepada dimensi vertikal eksistensi manusia (religios).

7.    Globalisasi sebagai kebangkitan kemanusiaan semesta

Globaliasi sebagai muara gelombang modernisasi membawa gelagat kepada tenjadinya kebangkitan kemanusiaan semesta. Hal mi satu dan lain hal disebabkan kanena pembenontakan modern melawan abad pertengahan maupun pembenontakan psomodernisme tenhadap modernisasi itu sendini pada hakekatnya adalah pembenontakan pembebasan manusia dan kemanusiaan terhadap segala bentuk represi dan eksploitasi. Oleh kanena itu manusia dan kemanusiaan semakin tampil sebagai titik konvergensi dan akumulasinya koevolusi budaya dan peradaban modern dewasa mi. Hal ml semakin diperkuat dengan terjadinya transpontasi dan komunikasi seita kecenderungan yang sifatnya tnansnasional. Dibalik nasionalisme modern yang kemudian melahinkan internasionalisme, dibalik tumbuhnya negionalisme dan tenjadmnya fase tnansnasional di dalam perkembangan sejanah, yang sesungguhnya teriadi tidak lain adalah evolusi dan koevolusi manusia dan kemanusiaan yang makin menjadi semesta pula, balk yang bersmfat Iahir maupun yang bersifat batin.

8.    Globalisasi sebagai kebangkmtan kesadaran religius

Modernisme, internasiona lisme, tnansnasionalisme serta globalisme pada hakekatnya berawal dan keinginan manusia membangun sistem semesta non keagamaan. Oleh kanena itu di dalam perkembangannya apa yang dihasilkan oleh modernisme mempunyai sifat non keagamaan, bahkan sementara ada yang menjadi anti keagamaan, dan lebih jauh lagi Ialu bensifat non­Ketuhanan sampai kepada yang menolak kepencayaan kepada adanya Tuhan itu sendini. Sekulanisasi (yang sifatnya minimal non keagamaan atau indifienentisme keagamaan) berkembang menjadi sekulanisme yang smfatnya lebih doktriner melawan agama dan membuangkan Tuhan (Atheisme). Di dalam kondisi seperti ml maka makna, penan, dan posisi agama menjadm
L~1IIIdI~JIIIdII~GThII~dII. I9tIdpeLdKd ycuiy UIUdWd proses mi aaalari manusia mendewakan penangkat-perangkat kekuatan dan kekuasaan senta memutlakkan dininya. Di dalam situasi seperti itu tentulah ada upaya Iingkungan keagamaan untuk mempertahankan din. Ada tumbuh konsepsi mengenai agama sebagai organisasi kekuasaan yang hanus berebut kekuasaan dengan sistem non keagamaan. Ada yang melihat betapa agama­agama harus menenima dan mengikuti penkembangan sekulanisasi dan sekulanisme bahkan atheisme itu sendini. Ada pula yang berusaha untuk membangun titik temu yang antara dunia dan agama, sehmngga memandang agama tidak sebagai organisasi kekuasaan melainkan sebagai kekuatan iman, taqwa dan kekuatan moral senta spiritual dan sejarah sebagai koevolusi kebudayaan dan peradaban. Pengumulan antara agama dengan dunia, antara agama dengan kekuatan dan kekuasaan manusia, masih terus bentangsung sampai pada harm mi.

9.    Globalisasi dalam anti luas dan anti sem Dit

Sebagai tambahan terhadap upaya memahami globalisasi itu kinanya ada baiknya dibuat pembedaan antana globalisasi dalam anti luas dan globalisasi dalam anti sempit. Dalam anti sempit globalisasi khususnya berkaitan dengan perubahan-penubahan semesta yang sedang terjadi dewasa mi yang faktor dominannya adalah ekonomi (termasuk uang sebagai sibernetikanya), ilmu dan tehnologi, khususnya tehnologi mnfonmasi, dan tehnologi penguasaan energi. Dalam anti Iuas globalisasi berkaitan dengan segala apa yang mempunyai sifat transnasional, yang mungkin tidak hanya sekanang mi saja, bahkan mungkin sudah sejak zaman dahulu. Misalnya saja agama-agama yang kiranya sejak dahulu sudah memiliki lingkup dan cakupan tnansnasional (bahkan dahulu ada istilah supranasional) ilmu pengetahuan serta kesenian (musik misalnya).

POSISI KITA

Apabila globalisasi kita pandang sebagai faktor eksternal dan eksistensl nasional kmta sebagai bangsa, negara dan masyanakat, maka sejak zaman dahulu kala Indonesia yang bersifat nusantara mi perkembangan, pertumbuhan dan kemajuannya dibentuk oleh interaksmnya dengan faktor-faktor dan luar itu. Hal mi terjadi baik pada zaman masuknya pengaruh dan India, penganuh dan Cina, penganuh dan Timur Tengah dan agama Islam, penganuh dan Eropa, penganuh dan Jepang (sebelum kemerdekaan Republik Indonesia), dan kemudian penganuh mntennasional sampai kepada pengaruh tnansnasional dewasa mi dan di masa yang akan datang.

Menghadapi situasi perubahan peradaban transnasional yang genaknya
cepat dan cakupannya semesta mi, hanya ada 3 pilihan bagi kita                                              cj~
(1)   Menutup din, menjadi katak di dalam tempunung, namun akhirnya akan tengilas pula oleh kekuatan globalisasi.
(2)   Menjual din, dalam anti menyenahkan nasib maupun wujud eksistensm kita sepenuhnya kepada salah satu atau bebenapa kekuatan global, yang akan benarti hilangnya hak kemerdekaan dan derajat mantabat jati din eksistensm.
(3)   Membangun kemandirian, sehingga mampu mewujudkan keterbukaan disertai kemampuan mengolah secara knitis dan efektmf berbagai masukan dan globalisasi itu sehingga rnenjadi kekuatan banu yang memajukan pensatuan, peradaban senta mempentinggi denajat kemanusiaan bangsa kita dalam kerangka keluarga besar bangsa-bangsa umat manusia.

Kiranya pilihan terbaik adalah opsi ketiga. Dan hal mi kiranya juga yang tenjadi selama mi di dalam sepanjang sejarah kebudayaan dan peradaban Indonesia, yang oleh sementara disebut sebagam kemampuan benakulturasi. Maka masalah utama kita menghadapi globalisasi adalah bagaimana kita membangun kemampuan kita mengakultunasikan masukan-masukan yang dibawa oleh globalisasi mi.

Di dalam kondisi global tnansnasional dewasa mi maka akulturasm itu tidak sebagaimana terjadi dahulu dengan menunggu masuknya penganuh dan luar, akan tetapi juga harus mampu memasuki medan transnasional tensebut dalam rangka mendapatkan kekuatan untuk perkembangan Indonesia sendini pula. Ke dalam kita hanus mempensiapkan kemampuan kita mengolah dan mengakulturasikan segala apa yang masuk ke Indonesia secara knitis selektif. Ke luar kita hanus mengembangkan kemampuan kita memasuki medan transnasional (tanpa meninggalkan basis regional dan intennasional), hanus mampu memadukan nasionalisme regionalisme intennasionalisme, dan tnansnasionalisme.

Vlsi. KonseDsi. Sosialisasi

Dengan sikap dasar tensebut di atas maka kita penlu membangun visi kita mengenai globalisasi itu, untuk selanjutnya membangun konsepsm sebagai pegangan bersama, yang penlu dilaksanakan secara konsisten. Visi dan konsepsm mi penlu disosialisasikan, agar dengan demikian visi dan konsepsi itu memang menjadi visi dan konsepsi seluruh rakyat Indonesia. mi sesuai dengan tuntutan demokra si.

Visi dan konsepsi kita di dalam menghadapi globalisasi tensebut kmranya penlu mempertimbangkan hal-hal benikut mi:

1.    Walaupun globalisasi menupakan fase banu di dalam penubahan gerak
putaran alam dan zaman yang amat besar dan mendasan, namun penlu dilihat~
pula adanya kontinuitas antara modernisme sebagai reaksi terhadap zaman abad pertengahan Enopa dengan globalisme transnasional dewasa mi.

2.    Sebagai kelanjutan dan modernisme globalisasi merupakan muana akumulasinya kekuatan manusia di dalam mengembangkan sistem pengetahuan, sistem ekonomi, sistem teknologi yang makin Iama menjadi makin konvengen satu dengan yang lain dan cakupannya menjadi makin luas dan makin semesta sifatnya dan dampaknya Iuas serta mendasan terhadap sistem politik, negara, hukum, budaya dan pentahanan.

3.    Sebagai kelanjutan dan modennisme yang membenontak terhadap abad Pertengahan Eropa, globalisasi mempunyai sifat dan kecendenungan non keagamaan yang amat kuat (sekulanisasi, sekulanisme, athemsme, matenialisme).

4.    Sebagai medan koevolusi manusia di dalam sejarah maka balk modernisme maupun globalisasi, baik nasionalisme, intennasionalisme, regionalmsme maupun transnasionalisme, tetap menampilkan wajah manusia yang membawa di dalam dininya ambivalensi dan dilemma eksistensi yakni
kemungkinan menjadi kekuatan kemajuan umat manusia dan dunia di satu pihak dan kemungkinan menjadi kekuatan destnuksi umat manusia dan dunia di lain pihak. Dengan demikian maka globalisasi membawa masalah dilemma dan ambivalensi eksistensi manusia, yang hanya dapat diatasi melalum pembangunan nilai, moralitas, spmnitualitas sebagai bagman dan pilihan eksistensinya.

5.    Globalisasi sebagai kelanjutan dan modernisme sebagai pembenontakan manusia tenhadap kekuatan dan kekuasaan, bermuana kepada polanmsasm senta konflik majemuk antarkekuatan dan kekuasaan di satu pihak dan menguatnya kesadanan kemanusiaan semesta di lain pihak.

Atas pentimbangan mi maka di dalam menghadapi globalisasi kita penlu mempenjelas visi, konsepsi, dan sikap kita terhadap kekuatan dan kekuasaan apapun bentuknya dan apapun pula cakupannya (nasional, regional, internasional, transnasional); visi dan konsep kita tenhadap kekuatan dan kekuasaan ekonomi, ilmu dan teknologi; visi dan konsepsi kita di dalam pengumulan antara globalisasi sebagai pendewaan kekuatan dan kekuasaan semata-mata di satu pihak (dalam segala bidang), dengan kecenderungan semesta menghancunkan segala bentuk kekuatan dan kekuasaan; visi dan konsepsi kita tenhadap interaksi antara kekuatan dan kekuasaan dengan nilai­nhlai kemanusiaan, monalitas dan religiusitas.

Globalisasi sebagai penubahan besan penlu diolah oleh manusia agan menjadi globalisasi sebagai kemajuan kemanusiaan semesta, balk di bidang politik
~• mu, ~ J~.i~iyU, LI0I I I\~0I 11011011 II IOUI.JUI I Ut UdIdUI unyicup nasionai, regional, internasional, dan tnansnasional.

Pembukaan Undana-undanci Dasar 1945

Untuk menentukan sikap knitis dan selektif di dalam mengakulturasmkan globalisasi tensebut balk ke dalam maupun ke luan, jelas sekali kita memerlukan kaidah-kaidah bersama. Hal ml juga amat penting bagi penyusunan visi dan konsepsi. Kita perlu bersyukur bahwa di dalam semangat refonmasi kita masih menasa perlu mempertahankan Pembukaan UUD 1945. Ada berbagai alasan:

(1)       sekurang-kurangnya kita tidak penlu bersitegang mengenai formula masyarakat Indonesia yang kita cita-citakan.
(2)       Iebih dan itu secara substansial Pembukaan UUD 1945 memang memuat pandangan-pandangan dasar yang bagus dan masih nelevan bagi cita-cita fundamental rakyat, masyarakat, bangsa dan negana kita, tidak hanya ke dalam akan tetapi juga ke luar.

SARAN PERTIMBANGAN

1.    Globalisasi sebagai tantangan penlu kita hadapi dengan pendekatan kultural, antinya sebagai perjuangan aktualisasi eksistensi dan koeksistensi manusia di dalam meningkatkan derajat dan mantabat kemanusiaannya secana bersama, baik dalam skala nasional, skala regional, skala intennasional, dan skala transnasional.

2.    Gtobalisasi hanya dapat kita hadapi apabila kita mengadakan neformasi terhadap seluruh sendi-sendi kekuatan nasional agar tidak menjadi kekuatan yang sifatnya semu. Reformasi harus menjadi wahana bagi kita untuk membangun kekuatan nasional guna menghadapi globalisasi itu.

3.    Perlu memperdalam dan mempenluas pemahaman mengenai globalisasi, mengidentifikasi fakton-faktor yang negatif dan melunuskan yang positif dalam rangka mengolah dan memanfaatkannya.

4.   Menghadapi globalisasi sebagai dilema antana kekuatan dan kekuasaan semata-mata disatu fihak dengan nilai-nilai kemanusiaan monalitas dan neligius dilain flhak, kita berusaha memadukan keduanya, yaitu memiliki kekuatan dan kekuasaan politik, ekonomi, hukum maupun militen sebagam perangkat bagi diaktualisasikannya nilai-nilai kemanusiaan (humanisasi) dan bukan sebaliknya (dehumanisasi). Pembendayaan ekonomi, tehnologm, politik, penlu dilandasi oleh moralitas dan spinitualitas yang kuat.
~.                        i~e~ernasitan Kita ai aaiam mengnaaapi gtooaiisasi akan ditentukan oleh kesiapan dan kemampuan kmta sendiri sebagai jaminan keberhasilannya.

6.    Pendidikan nasional merupakan faktor yang amat penting untuk membangun kesiapan dan kemampuan bangsa kita sebagam jaminan keberhasilan kita mengarungi masa depan di dalam era-era perubahan besar saat mi dan di masa mendatang nantinya.

7.    Upaya membangun kekuatan nasional menghadapi tantangan globalisasi dengan pendekatan kultural perlu kita tuangkan ke dalam

a.   Visi dan konsepsi nasional;
b.   Vlsi dan konsepsi politik nasional;
c.    Visi dan konsepsi ekonomi nasional;
d.   Visi dan konsepsm kebudayaan dan agama;
e.    Visi dan konsepsi mengenai kekuatan informasi nasional;
f.    Vlsi dan konsepsi mengenai hukum nasional;
g.    Vlsi dan konsepsi mengenai keamanan dan pertahanan, termasuk peran militer.
h.   Vlsi dan konsepsi mengenai pendidikan;

8.    Dalam menghadapi globalisasi tersebut tetap perlu dipegang:
a.   Pembukaan UUD 1945
b.   Kedaulatan rakyat yang didasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusian Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawatan perwakilan, Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
c.    Sifat negara kesatuan dengan desentralisasm yang mendukungnya, yang berbentuk Republik.
d.  Wawasan nusantara
e.  Persatuan kesatuan bangsa.

PENUTUP

Masalahnya adalah apakah jalannya reformasi selama mi sudah membermkan jaminan keberhasilan dan menjauhkan resiko kegagalan terhadap tantangan globalisasi tersebut. Masyarakat Indonesia yang kita cita-citakan tidak lain adalah masyarakat Indonesia yang berhasil di dalam menghadapi tantangan globalisasi tersebut.


Jakarta, 24 Maret 2000

Tidak ada komentar:

Posting Komentar