Kamis, 15 Desember 2011

Islam Sebagai Dien (Agama)




Menurut Al-Qur’an, Islam adalah nama bagi syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.  Allah dalam Al-Qur’an menyatakan kitab ini sebagai Kitab Suci dien tersebut.  Namun, Al-Qur’an juga menyatakan referensi kedua yang merupakan turunan dari Al-Qur’an itu sendiri, yaitu tradisi Nabi Muhammad saw yang disebut al-hadits (Q.S. [59] : 7).  Nama Allah adalah nama absolut ('alam) (Q.S. [112]).  Berdasarkan Al-Qur’an dan hadits, sistem keyakinan dan formal ibadah dalam Islam disusun.

Berkenaan dengan otoritas tertinggi, Allah adalah Tuhan yang menjadi sumber agama melalui wahyu yang dituangkan dalam Al-Qur’an atau diajarkan pada Nabi-Nya, Muhammad saw.  Islam membedakan jelas kedudukan Tuhan dan Rasul.  Rasul adalah manusia biasa (Q.S. [17] : 93), bukan pembuat agama (Q.S. [69] : 44), tapi bertugas memanifestasikan kehendak Allah dalam perbuatan dan tuturkata (Q.S. [53] : 3-4).  Posisi Rasul sebagai sumber hukum adalah posisi secara teknis, adapun hakikatnya Allah adalah sumber hukum yang menurunkan firman atau agama-Nya melalui Rasul.

Dalam Islam, kedudukan dan otoritas Rasul Muhammad saw sebagai penerima wahyu dan legislator agama tidak tergantikan (Q.S. [33] : 40).  Oleh karena itu Islam tidak mengenal persona atau institusi ketuhanan yang mengaku punya otoritas dan mengatasnamakan Allah.  Pengikut Rasul hanya menggantikan tugas beliau sebagai pelaksana dan penyebar (da’i) terhadap risalah Allah.

Oleh karena itu dalam Islam ada istilah syari’ dan faqih.  Syari’ (legislator) adalah sumber agama yang hanya terdiri dari dua pihak, yaitu Allah dan Rasul-Nya.  Sementara manusia yang menerima risalah, berfungsi sebagai faqih, artinya faham, yaitu pihak yang memahami risalah Allah yang diturunkan pada manusia.  Faqih ini bisa disebut ulama atau mujtahid.  Oleh karena itu, julukan yang diberikan pada para ahli fiqih, yaitu orang yang menggeluti hukum Allah, adalah fuqaha’.  Contohnya adalah fuqaha’ sab’ah; generasi murid shahabat (tabi’in) di Madinah yang mumpuni dalam fiqih Islam.

Sebutan "dien" bagi Islam dalam Al-Qur’an diiringi dengan beberapa sifat yaitu "agama yang lurus", "agama yang murni", agama yang benar,  "agama disisi Allah", agama yang diterima", "agama Allah", serta "agama yang sempurna, diridhai" (Q.S. [9] : 36, [39] : 3, [48] : 28, [3] : 19, [3] : 83, dan [3] : 85).

Al-Qur’an menegaskan tiga sifat Islam sebagai dien. Pertama, otentik dan valid dengan penjagaan dari Allah (Q.S. [15] : 9).  Kedua, sempurna dari kesalahan (Q.S. [41] : 42 dan [9] : 29).  Ketiga, satu-satunya jalan keselamatan (Q.S. [3] : 85).

Tiga sifat ini dikukuhkan sebagai jawaban atas kebutuhan manusia pada tuntunan hidup.  Orisinalitas Islam meletakkan dien ini steril dari upaya-upaya distorsi-manipulasi sebagaimana agama-agama sebelumnya.  Kesempurnaan Islam, bukan hanya berarti Islam adalah agama yang benar, tapi berarti kebenaran Islam bersifat unggul (ultimate).  Kalau ada sistem lain yang punya kebenaran, dari banyak segi Islam akan lebih baik lagi.  Kesempurnaan ini juga berarti Islam telah melalui proses kelayakan sejarah, dimana konsep Islam pernah mengalami implementasi dan menghasilkan bentuk kehidupan yang sesungguhnya dicari oleh semua manusia.   Kesempurnaan Islam juga bermakna Islam adalah dien minus cacat, tidak butuh koreksi, reformasi, dan tidak akan ditemukan kesalahannya meskipun dengan usaha yang paling serius.

Islam sebagai jalan keselamatan tunggal berarti dien ini harus diterima oleh semua manusia yang menginginkan keselamatan.  Dien ini harus diserukan kepada semua orang.  Dien ini juga menjadi standar untuk mengukur kebenaran bagi nilai apapun yang ditemukan dimuka bumi.

Sebagai klimaks dari prestasi Islam, Allah menyebutkan dien ini diridhai, menurut firman-Nya dalam Q.S. Al-Maidah ayat ke-3, “Pada hari ini Aku sempurnakan bagimu agamamu, dan aku telah genapkan nikmatKu atasmu dan Akupun rela Islam menjadi dien untukmu”.  Dalam Islam, ridha Allah adalah tujuan hidup paling utama (ultimate goal), dimana ridha merupakan pernyataan kesesuaian antara fakta dengan kehendak Tuhan.  Dengan demikian ridha Allah pada Islam merupakan rekomendasi terhadap dien ini sebagai syariat bagi manusia dalam mencapai tujuan hidup yang dia cari. 

Sementara penganut dien Islam itu disebut muslim.  Menurut Al-Qur’an, semua manusia memiliki kesempatan terbuka untuk memeluk Islam dan mengamalkan agama ini sesuai dengan kehendak Allah.  Kesempurnaan Islam menjadikan dien ini bisa berintegrasi dengan sempurna dalam wujud ketaatan seorang hamba.  Integrasi antara syariat dan ketaatan disebut amal saleh, yaitu suatu amalan yang memenuhi dua kriteria ; kesesuaian dengan ketentuan Allah dan dilandasi keikhlasan.

Dalam konteks personal, integrasi antara iman dan amal (syariat dan ketaatan) digambarkan oleh Allah dalam surah Al-Bayyinah.  Dalam surah ini Allah membandingkan ketaatan yang dilakukan oleh ahlul kitab dan musyrikin disatu sisi dengan ketaatan seorang mu’min.  Menurut Allah, ahlul kitab dan musyrikin adalah kafir dan mendapat balasan neraka, sementara mu’min adalah diridhai Allah dan mendapat balasan surga.  Tak hanya dalam konteks personal, menurut Al-Qur’an, integrasi antara iman dan amal ini juga mewujud dalam konteks masyarakat.  Dalam surah At-Taubah, Allah menyatakan bahwa golongan muhajirin dan anshar yang membentuk komunitas masyarakat dan negara di Madinah, telah mencapai keadaan “diridhai Allah dan Allah-pun ridha pada mereka”.

Ini berarti bahwa impementasi ideal terhadap ajaran Islam bukan ada dalam imajinasi layaknya konsep hidup di luar Islam yang selalu mencari model implementasi ideal.  Konsep-konsep ini akhirnya hanya bertahan sebagai eksperimen tanpa menemukan ruangan nyata bagi  ide-idenya.

Oleh karena itu, para shahabat ditempatkan dalam peringkat pertama sebagai sumber dalam memahami syariat.  Dalam kaidah tafsir dikatakan, “Penafsiran shahabat Nabi, lebih diutamakan daripada yang lainnya”.  Rasulullah saw. memerintahkan untuk meneladani para shahabat dalam menjalankan agama.

Adapun dien Islam, sejak diawal sudah menampilkan satu harmoni yang mengambarkan keselarasan antara konsep dan realita.  Karakter dari sumber agama Islam jauh dari kepelikan-kepelikan seumpama premis filsafat atau kebuntuan makna dalam kitab-kitab suci yang telah terkorupsi (corrupted scriptures).

Muslim dengan seksama dan mudah dapat menemukan referensi terhadap semua persoalan hidupnya.  Mulai dari persoalan kemasyarakatan seperti ekonomi, politik, negara, parlemen, perbankan, hingga masalah yang sangat privat seperti tata cara mencuci najis sehabis buang air kecil (istinja’).  Semua rambu-rambu, simbol, metode, tata cara, hukum-hukum, keyakinan dan juklak diatur dalam bab-bab dengan sistematis pada kitab-kitab hadits dan fiqih.

Lagi-lagi ide liberal mengalami kebuntuan tatkala berhadapan dengan dien Islam.  Tudingan hermeneutis yang mempersoalkan kesenjangan antara kata dan makna, semisal anggapan kemustahilan untuk menemukan kebenaran hakiki saat menafsirkan Al-Qur’an, dengan sendirinya terbantahkan.

Al-Qur’an telah merekomendasikan kehakikian Islam sebagai dien dalam arti syariat dan dien dalam arti kemungkinan implementasinya dalam wujud ketaatan personal maupun masyarakat.  Ini artinya proses ketepatan pengamalan Islam yang berangkat dari penafsiran terhadap nash sangatlah terjamin.  Allah menjaga Al-Qur’an baik sebagai rasm (scripture), sebagai mushaf (canon), sebagai bacaan (recitation), maupun sebagai ajaran yang mengandung makna-makna (meanings).  Allah berfirman, “Sesungguhnya (menjadi tanggungan) Kami-lah penyusunan Al-Qur’an (dalam dadamu) dan pembacaannya. Jika sudah kami baca, maka ikutilah bacaannya.  Lalu Kami-lah yang akan menjelaskan isinya.” (Q.S. Al-Qiyaamah [75] : 17-19).  Ditempat lain, “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan peringatan (Al-Qur’an) dan Kami-lah yang akan menjaganya” (Q.S. Al-Hijr [15] : 9).

Rekomendasi Al-Qur’an ini dirinci dalam sistematika disiplin ilmu yang menjaga orisinalitas teks dari pemalsuan, dan orisinalitas makna teks dari penafsiran yang bathil.  Maka dalam disiplin ilmu Islam, kita akan menemukan dua jenis ilmu pemelihara, yang satu mengarahkan kerjanya pada penjagaan orisinalitas teks, yaitu ilmu hadits, dan ilmu riwayat yang diarahkan pada penjagaan terhadap keaslian makna teks yaitu ilmu ushul fiqih dan ilmu tafsir.

Benturan liberal terhadap dua jenis disiplin ini begitu memutus-asakan mereka sehingga sampai saat ini tidak ditemukan satupun metodologi yang sanggup menandingi kecanggihan apalagi menggugurkan dua genre disiplin ini.  Jikalau eksperimen orientalisme dinilai sebagai gerakan resmi telah muncul pada abad kesepuluh di masa Paus Sylvester II, berarti saat ini sudah 1000 tahun kegiatan dekonstruksi terhadap Islam itu berlangsung.  Sepanjang masa ini, dapat dinilai usaha-usaha orientalisme telah gagal meskipun ditopang dengan kerja yang sangat sistematis, serius dengan skill yang sangat tinggi.  Maka, anak-anak muda liberal yang baru belajar pada orientalisme itu, rasanya lebih pantas untuk diragukan

Permohonan Bantuan Untuk Kemajuan Taman Bacaan "Cintamaju"




Perihal: Permohonan Bantuan

Kepada Yth.
Para Netter dan Para Dermawan
Di
TEMPAT

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Teriring salam dan do’a semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan Taufiq dan Hidayah-Nya kepada kita semua dan senantiasa diberikan kesuksesan dalam menjalankan aktifitas keseharian. Amiin.

Dalam upaya meningkatkan minat membaca dan peningkatan kualitas intelektual masyarakat, Maka kami pengurus Taman Bacaan Masyarakat (TBM) “Cintamaju” Dusun Cintamaju RT.06 RW.02 Desa Tunggilis Kecamatan Kalipucang Kabupaten Ciamis sangat membutuhkan bantuan berupa dana dan buku-buku untuk kemajuan taman bacaan tersebut.

Demikian surat permohonan ini kami sampaikan, atas perhatian dan bantuannya diucapkan terima kasih.

Billahittaufiq Wal Hidayah,
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


IDENTITAS LEMBAGA:

Nama Lembaga           : TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) CINTAMAJU
Alamat                         : Dusun Cintamaju RT.06 RW.02 Desa Tunggilis
  Kecamatan Kalipucang Kabupaten Ciamis Propinsi Jawa Barat 46397
E-Mail                         : tbm.cintamaju@gmail.com
Telp.                            : 085223172707

Rekening Bank           : Bank BJB Cabang Ciamis
                                    No. Rekening           : 0010349273100
Atas Nama               : Taman Bacaan Masyarakat Cintamaju

 
Legalitas Lembaga      : Nomor 23 Tanggal 07 April 2011
  Notaris: Nevie Alifah Assegaf, SH.MH.
 
NPWP                         : 31.306.815.7-442.000
  a.n: TAMAN BACAAN MASYARAKAT CINTAMAJU


Atas segala bantuannya, kami ucapkan Jazaakumullaahu Khairan Katsiiran Semoga amal baik Bapak/Ibu/Sdr. mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amiin..

Minggu, 11 Desember 2011

Wasiat Sebelum Tidur



"Ali berkata, Fathimah mengeluhkan bekas alat penggiling yang dialaminya. Lalu pada saat itu ada seorang tawanan yang mendatangi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka Fathimah bertolak, namun tidak bertemu dengan beliau. Dia mendapatkan Aisyah. Lalu dia mengabarkan kepadanya. Tatkala Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tiba, Aisyah mengabarkan kedatangan Fathimah kepada beliau. Lalu beliau mendatangi kami, yang kala itu kami hendak berangkat tidur. Lalu aku siap berdiri, namun beliau berkata. 'Tetaplah di tempatmu'. Lalu beliau duduk di tengah kami, sehingga aku bisa merasakan dinginnya kedua telapak kaki beliau di dadaku. Beliau berkata. 'Ketahuilah, akan kuajarkan kepadamu sesuatu yang lebih baik daripada apa yang engkau minta kepadaku. Apabila engkau hendak tidur, maka bertakbirlah tiga puluh empat kali, bertasbihlah tiga puluh tiga kali, dan bertahmidlah tiga puluh tiga kali, maka itu lebih baik bagimu daripada seorang pembantu". (Hadits Shahih, ditakhrij Al-Bukhari 4/102, Muslim 17/45, Abu Dawud hadits nomor 5062, At-Tirmidzi hadits nomor 3469, Ahmad 1/96, Al-Baihaqy 7/293)

Inilah wasiat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bagi putrinya yang suci, Fathimah, seorang pemuka para wanita penghuni sorga. Maka marilah kita mempelajari apa yang bermanfa'at bagi kehidupan dunia dan akhirat kita dari wasiat ini.
Fathimah merasa capai karena banyaknya pekerjaan yang harus ditanganinya, berupa pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, terutama pengaruh alat penggiling. Maka dia pun pergi menemui Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk meminta seorang pembantu, yakni seorang wanita yang bisa membantunya.
Tatkala Fathimah memasuki rumah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, dia tidak mendapatkan beliau. Dia hanya mendapatkan Aisyah, Ummul Mukminin. Lalu Fathimah menyebutkan keperluannya kepada Aisyah. Tatkala beliau tiba, Aisyah mengabarkan urusan Fathimah.
Beliau mempertimbangkan permintaan Fathimah. Dan, memang beliau mempunyai beberapa orang tawanan perang, ada pula dari kaum wanitanya. Tetapi tawanan-tawanan ini akan dijual, dan hasilnya akan disalurkan kepada orang-orang Muslim yang fakir, yang tidak mempunyai tempat tinggal dan makanan kecuali dari apa yang diberikan Rasulullah. Lalu beliau pergi ke rumah Ali, suami Fathimah, yang saat itu keduanya siap hendak tidur. Beliau masuk rumah Ali dan Fathimah setelah meminta ijin dari keduanya. Tatkala beliau masuk, keduanya bermaksud hendak berdiri, namun beliau berkata. "Tetaplah engkau di tempatmu". "Telah dikabarkan kepadaku bahwa engkau datang untuk meminta. Lalu apakah keperluanmu?".
Fathimah menjawab. "Ada kabar yang kudengar bahwa beberapa pembantu telah datang kepada engkau. Maka aku ingin agar engkau memberiku seorang pembantu untuk membantuku membuat roti dan adonannya. Karena hal ini sangat berat bagiku".
Beliau berkata. "Mengapa engkau tidak datang meminta yang lebih engkau sukai atau lebih baik dari hal itu ?". Kemudian beliau memberi isyarat kepada keduanya, bahwa jika keduanya hendak tidur, hendaklah bertasbih kepada Allah, bertakbir dan bertahmid dengan bilangan tertentu yang disebutkan kepada keduanya. Lalu akhirnya beliau berkata. "Itu lebih baik bagimu daripada seorang pembantu".
Ali tidak melupakan wasiat ini, hingga setelah istrinya meninggal. Hal ini dikatakan Ibnu Abi Laila. "Ali berkata, 'Semenjak aku mendengar dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, aku tidak pernah meninggalkan wasiat itu".
Ada yang bertanya. "Tidak pula pada malam perang Shiffin ?".
Ali menjawab. "Tidak pula pada malam perang Shiffin".
(Ditakhrij Muslim 17/46. Yang dimaksud perang Shiffin di sini adalah perang antara pihak Ali dan Mu'awiyah di Shiffin, suatu daerah antara Irak dan Syam. Kedua belah pihak berada di sana beberapa bulan)
Boleh jadi engkau bertanya-tanya apa hubungan antara pembantu yang diminta Fathimah dan dzikir ?
Hubungan keduanya sangat jelas bagi orang yang memiliki hati atau pikiran yang benar-benar sadar. Sebab dzikir bisa memberikan kekuatan kepada orang yang melakukannya. Bahkan kadang-kadang dia bisa melakukan sesuatu yang tidak pernah dibayangkan. Di antara manfaat dzikir adalah :
Menghilangkan duka dan kekhawatiran dari hati.
Mendatangkan kegembiraan dan keceriaan bagi hati.
Memberikan rasa nyaman dan kehormatan.
Membersihkan hati dari karat, yaitu berupa lalai dan hawa nafsu.
Boleh jadi engkau juga bertanya-tanya, ada dzikir-dzikir lain yang bisa dibaca sebelum tidur selain ini. Lalu mana yang lebih utama ? Pertanyaan ini dijawab oleh Al-Qady Iyadh : "Telah diriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam beberapa dzikir sebelum berangkat tidur, yang bisa dipilih menurut kondisi, situasi dan orang yang mengucapkannya. Dalam semua dzikir itu terdapat keutamaan".
Secara umum wasiat ini mempunyai faidah yang agung dan banyak manfaat serta kebaikannya. Inilah yang disebutkan oleh sebagian ulama :
Pertama
Menurut Ibnu Baththal, di dalam hadits ini terkandung hujjah bagi keutamaan kemiskinan daripada kekayaan. Andaikata kekayaan lebih utama daripada kemiskinan, tentu beliau akan memberikan pembantu kepada Ali dan Fathimah. Dzikir yang diajarkan beliau dan tidak memberikan pembantu kepada keduanya, bisa diketahui bahwa beliau memilihkan yang lebih utama di sisi Allah bagi keduanya.
Pendapat ini disanggah oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar. Menurutnya, hal ini bisa berlaku jika beliau mempunyai lebihan pembantu. Sementara sudah disebutkan dalam pengabaran di atas bahwa beliau merasa perlu untuk menjual para tawanan itu untuk menafkahi orang-orang miskin. Maka menurut Iyadh, tidak ada sisi pembuktian dengan hadits ini bahwa orang miskin lebih utama daripada orang kaya.
Ada perbedaan pendapat mengenai makna kebaikan dalam pengabaran ini. Iyadh berkata. "Menurut zhahirnya, beliau hendak mengajarkan bahwa amal akhirat lebih utama daripada urusan dunia, seperti apapun keadaannya. Beliau membatasi pada hal itu, karena tidak memungkinkan bagi beliau untuk memberikan pembantu. Kemudian beliau mengajarkan dzikir itu, yang bisa mendatangkan pahala yang lebih utama daripada apa yang diminta keduanya".
Menurut Al-Qurthuby, beliau mengajarkan dzikir kepada keduanya, agar ia menjadi pengganti dari do'a tatkala keduanya dikejar kebutuhan, atau karena itulah yang lebih beliau sukai bagi putrinya, sebagaimana hal itu lebih beliau sukai bagi dirinya, sehingga kesulitannya bisa tertanggulangi dengan kesabaran, dan yang lebih penting lagi, karena berharap mendapat pahala.
Kedua
Disini dapat disimpulkan tentang upaya mendahulukan pencari ilmu daripada yang lain terhadap hak seperlima harta rampasan perang.
Ketiga
Hendaklah seseorang menanggung sendiri beban keluarganya dan lebih mementingkan akhirat daripada dunia kalau memang dia memiliki kemampuan untuk itu.
Keempat
Di dalam hadits ini terkandung pujian yang nyata bagi Ali dan Fathimah.
Kelima
Seperti itu pula gambaran kehidupan orang-orang salaf yang shalih, mayoritas para nabi dan walinya.
Keenam
Disini terkandung pelajaran sikap lemah lembut dan mengasihi anak putri dan menantu, tanpa harus merepotkan keduanya dan membiarkan keduanya pada posisi berbaring seperti semula. Bahkan beliau menyusupkan kakinya yang mulia di antara keduanya, lalu beliau mengajarkan dzikir, sebagai ganti dari pembantu yang diminta.
Ketujuh
Orang yang banyak dzikir sebelum berangkat tidur, tidak akan merasa letih. Sebab Fathimah mengeluh letih karena bekerja. Lalu beliau mengajarkan dzikir itu. Begitulah yang disimpulkan Ibnu Taimiyah. Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata. "Pendapat ini perlu diteliti lagi. Dzikir tidak menghilangkan letih. Tetapi hal ini bisa ditakwil bahwa orang yang banyak berdzikir, tidak akan merasa mendapat madharat karena kerjanya yang banyak dan tidak merasa sulit, meskipun rasa letih itu tetap ada".
Begitulah wahai Ukhti Muslimah, wasiat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang disampaikan kepada salah seorang pemimpin penghuni sorga, Fathimah, yaitu berupa kesabaran yang baik. Perhatikanlah bagaimana seorang putri Nabi dan istri seorang shahabat yang mulia, harus menggiling, membuat adonan roti dan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan rumah tangganya. Maka mengapa engkau tidak menirunya ?

Jumat, 09 Desember 2011

Organisasi Mahasiswa Sebagai Salah Satu Alternatif Untuk Mengubah Paradigma Berfikir


Organisasi Mahasiswa Sebagai Salah Satu Alternatif
Untuk Mengubah Paradigma Berfikir


Abstract
Historically the University student never die to demonstrate their responsibility to the wherever and whenever community. Their Responsibility is progressive reflection to make a social change that give contribution for social  order. To realize it, they have been building the synergy in the university student organization. But the problem in the  university student activity is   paradigm of thinking  that  implicates to the stagnation. This paper deals with some aspects that give impact to it and how to gain it solution.

Keyword : university student--paradigm of thinking

Preface
Mahasiswa adalah sebutan bagi mereka yang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi baik swasta maupun negeri. Karena telah lebih lama mendapatkan pendidikan sejak pendidikan dasar, menengah, dan  sampai perguruan tinggi maka banyak orang menilai mahasiswa sebagai kaum intelektual atau kaum akdemisi. Juga karena telah lebih dulu mengenyam pendidikan di perguruan tinggi atau universitas maka mahasiswa pasti diperlakukan berbeda dari pada siswa.
Karakter yang biasa diidentikan dengan mahasiswa setidak-tidaknya dibangun di atas tiga landasan. Pertama, psikologi orang muda yang senantisa progresif dalam mencari dan menemukan jatidiri. Kedua, Idealisme karena keyakinan terhadap nilai-nilai dasar dan komitmen untuk mewujudkannya. Ketiga, intelektualitas yang menjadi kontruksi atau kerangka dari sistem cita-cita sehingga segenap sikap maupun tindakannya tidak sekedar perilaku basa-basi atau aktivisme hampa.[1] Ketiga hal itulah yang menjadi support bagi sikap dan tindakan mahasiswa untuk peduli dan mempunyai responsibilitas yang tinggi    (high responsibility) terhadap masyarakatnya. Sejarah kemahasiswaan di Indonesia telah memberikan fakta yang otentik bahwa support itulah yang telah melahirkan daya dobrak atau daya dorong yang efektif bagi sikap-sikap kepeloporan yang diperankan mahasiswa dalam proses pembaruan. Pada saat terjadi kemandegan atau problem sosial yang membutuhkan peranan mahasiswa maka pada saat itulah mahasiswa tampil dan mencatatkan sejarahnya. Sebut saja peristiwa Rengasdengklok, Ampera, Reformasi dan peristiwa-peristiwa lain yang terjadi dalam kilasan sejarah Indonesia kita.
Fenomena gerakan mahasiswa yang telah bergulir secara histories adalah gerakan yang wajar adalah refleksi dari  progresivitas batinnya. Gerakan yang mendemontrasikan kepedulian dan tanggung jawabnya terhadap masyarakat. Gerakan mahasiswa adalah gerakan untuk mengeliminir berbagai problem sosial yang telah berimplikasi terhadap kebodohan, keterbelakangan (backwardness), dan keterpurukan generasi.
Gerakan-gerakan mahasiswa yang berdiri dalam popularitasnya ternyata tidak bisa seluruhnya membebaskan diri virus statisme dan afatisme intelektual yang berdampak pada stagnasi. Virus ini menyerang, membabibuta, dan mewabah pada jiwa mahasiswa di pusat maupun di daerah negeri maupun swasta.

Menggagas Perubahan Paradigma Berfikir
            Manusia termasuk di dalamnya mahasiswa akan bertindak sejalan dengan apa yang terfikirkan. Logikanya jika system berfikirnya benar maka tindakannya juga benar, jika berfikirnya beres maka tindakanya juga akan beres pendek kata tindakan adalah buah dari apa yang terfikirkan atau difikirkan.[2] Tindakan berupa gerakan-gerakan sosial yang dilakukan mahasiswa dengan demikian merupakan manifestasi dari apa yang ada difikirannya. Jika yang ada di fikiran mahasiswa adalah nilai IPK yang tinggi maka tindakannya adalah belajar terus di kamar kost, perpustakaan, kampus, dan tempat lain yang mendukung. Jika yang terfikir adalah kerja maka tindakannya adalah mencari informasi lowongan kerja, membuat surat lamaran kerja, magang, dan training di Balai Latihan Kerja (BLK). Mahasiswa yang berfikir fun/hiburan maka tindakannya adalah refreshing, climbing, dan clubing. Demikian juga mahasiswa yang dalam fikirannya kritis terhadap kondisi sosial sekitarnya maka tindakannya adalah advokasi/pendampingan, audensi, demonstrasi, dan presentasi konsep kepada para pengambil kebijakan. Dengan demikian maka mahasiswa yang berfikir kompleks ( menggabungkan apa yang  ada) maka tindakannya akan kompleks pula.
            Secara proporsional yang harus diakui adalah perlunya perubahan paradigma berfikir yang nantinya dengan perubahan paradigma berfikir itu mahasiswa dapat memiliki spirit untuk eksis kapan dan di manapun ia berada sekaligus mempersiapkan atau membekalinya untuk hidup bersama masyarakat. Kerja-kerja untuk menggulirkan perubahan paradigma berfikir mahasiswa dapat dilakukan oleh organisasi mahasiswa.      ( tidak ada segregasi antara organisasi internal dan eksternal)
            Merujuk pada paradigma profetiknya Kuntowijoyo[3] ada tiga pijakan agar kita bisa melakukan perubahan paradigma berfikir. Pertama, pijakan berupa dimensi transendensi. Pada dimensi ini aspek theologia menjadi penting untuk diformulasikan kembali mengingat daya dorong transendensi menjadi pendobrak dan pemicu yang sangat dahsyat. Secara Historis sebagaimana di kemukakan Max Weber kita bisa melihat bahwa semangat kapitalisme kaum protetstan terutama aliran calvinisme beberapa level lebih tinggi ketimbang kaum katolik. Dalam penilaian weber ini disebabkan oleh system kepercayaan yang dianut oleh kaum protestan lebih dapat menimbulkan daya gerak daripada system kepercayaan kaum katolik. Senada dengan Weber, Robert N. Bellah mengatakan bahwa keberhasilan Bangsa Jepang  sampai sekarang karena dipengaruhi oleh agama Tokugawa yang dianutnya. Semangat bangsa Indonesia yang kurang juga dipengaruhi oleh teologinya yang secara mayoritas berteologi Asy’ari.[4]
            Mahasiswa juga perlu memformulasikan atau menyusun kembali system teologi yang di anutnya. Kesempurnaan intelektualitas mahasiswa adalah dia memiliki system teologi yang mampu menghasilkan daya dobrak yang tinggi terhadap berbagai ketimpangan sosial. Mahasiswa harus mendasarkan setiap aktivitas berfikir dan bertindaknya pada dimensi transendensinya. Karl Marx yang tidak mendasarkan gagasannya pada dimensi ini saja bisa melahirkan sebuah gerakan sosial politik yang sampai hari ini tetap popular kenapa kita yang memiliki kekayaan transendensi masih tertinggal.
            Kedua, humanisasi. Memanusiakan manusia. Realitas ini harus dipahami bahwa perlunya kesadaran yang optimal di kalangan mahasiswa untuk melawan segala bentuk dehumanisasi (tindakan yang tidak menempatkan manusia sebagai manusia). Bentuk-bentuk tindakan dehumanisasi termasuk di antaranya mengekang kebebasan berfikir mahasiswa, membelenggu kreativitas mahasiswa, menjegal partisipasi mahasiswa dan sebagainya.
            Ketiga, liberasi. Implikasi dari humanisasi adalah munculnya daya dorong untuk membebaskan diri dan masyarakat dari situasi dan kondisi yang tidak kondusif.  Membebaskannya dari belenggu kebodohan, keterpurukan, dan keterbelakangan.
            Integrasi dari ketiga dimensi tersebut dapat mengubah paradigma berfikir mahasiswa dan mengejawantahkannya dalam praksis atau tindakan. Sistematika paradigma prifetik tersebut mewakili alur sistematis dari teologi yang berderivasi pada ideology dan sosiologi praksis.

Peranan Organisasi Mahasiswa
            Ide perubahan hanya muncul dari mereka yang peduli perubahan. Perubahan secara sistematis tidak akan terjadi kecuali jika ada pemicu (trigger) dan desainer perubahan. Mahasiswalah di antaranya yang memiliki kemampuan untuk merekayasa dan mendesain perubahan agar sejalan sesuai dengan yang direncanakan (planned social change). Secara personal hanya sedikit saja yang bisa dilakukan mahasiswa karena itu agar banyak hal yang bias dilakukan termasuk di dalamnya melakukan perubahan sosial dari aspek paradigma berfikir mahasiswa, diperlukan adanya organisasi mahasiswa.
            Setidaknya ada beberapa peran yang bisa dioptimalkan oleh organisasi mahasiswa untuk mengubah paradigma berfikir mahasiswa di antaranya : Pertama,  penguatan intelektual, di antara syarat orang bisa eksis adalah karena informasi berupa ilmu pengetahuan yang diperolehnya. Kemudahan dan kecepatan mengakses informasi adalah modal untuk merespon setiap perkembangan yang terjadi meliputi sosial, budaya, politik, hukum dan HAM dan sebagainya. Organisasi mahasiswa yang menyediakan kemudahan mengakses informasi biasanya akan terus eksis dan tidak ketinggalan moment dan pasti dibutuhkan oleh kader dan masyarakat. Lebih lanjut materi informasi akan membuat anggota organisasi mahasiswa memiliki khazanah intelektual yang secara bertahap akan berkembang dan maju. Khazanah intelektual yang berbasis transendensi, humanisasi, dan liberasi. Kedua, melatih responsifitas terhadap kondisi sosial. Informasi yang masuk atau diterima akan disikapi sesuai dengan kapasitas masing-masing mahasiwa yang implikasinya akan melahirkan tindakan yang variatif. Untuk itu organisasi mahasiswa dapat melihat fenomena ini dan menyatukan atau menyamakan persepsi dalam merespon atau menindaklanjutu informasi. Sehingga gerakan yang dilakukan merupakan buah komunikasi efektif  yang konseptual dan sistematis. Ketiga, mampu mengakomodir kepentingan-kepentingan mahasiswa yang sedang mempersiapkan hidup di masyarakat.

Endnote
            Mahasiswa sebagai kaum yang tercerahkan selalu dinanti kontribusi dan karyanya yang bermanfaat bagi masyarakat. Karyanya bisa berupa karya fisik maupun karya jasa bagi kemaslahatan baik dengan partisipasi dalam formulasi dan implementasi kebijakan maupun dalam pengawasannya. Di manapun harus kita buktikan bahwa pantang daerah yang ada komunitas mahasiswanya menjadi daerah yang terbelakang dan termarginalkan.
Yakin usaha sampai.





[2] Untuk memperkaya khazanah intelektual dalam bidang filsafat manusia bisa dibaca pada buku-buku Filsafat seperti Falsafatuna karya  Muh. Baqir Ash-Shadr, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 1991 atau Mengapa Kita diciptakan karya Murtadha Muthari, Lentera, Jakarta. 2001
[3] Kilasannya dapat pula dibaca pada buku Pendidikan Berparadigma Profetik karya Moh. Shofan, UMG Press, Gresik, 2004 hlm 71-98.
[4] Lihat Karya Herman Soewardi, Kognisi-Karsa-Nalar yang mengelaborasi kelemahan-kelemahan umat Islam Indonesia.
[5] Makalah disampaikan pada acara Tamada IAID 17 September 2005 di Aula Jend. Soedirman Darussalam Ciamis
[6] Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ciamis 2005-2006
[7] Lihat dalam buku Jangan Mati Reformasi, HMI dan Ikhiar sejarah Menuju Indonesia Baru yang ditulis oleh Anas urbaningrum, Yayasan Cita mandiri Indonesia, Jakarta, th. 1999 hlm. 35-36
[8] Untuk memperkaya khazanah intelektual dalam bidang filsafat manusia bisa dibaca pada buku-buku Filsafat seperti Falsafatuna karya  Muh. Baqir Ash-Shadr, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 1991 atau Mengapa Kita diciptakan karya Murtadha Muthari, Lentera, Jakarta. 2001
[9] Kilasannya dapat pula dibaca pada buku Pendidikan Berparadigma Profetik karya Moh. Shofan, UMG Press, Gresik, 2004 hlm 71-98.
[10] Lihat Karya Herman Soewardi, Kognisi-Karsa-Nalar yang mengelaborasi kelemahan-kelemahan umat Islam Indonesia.

Mengembalikan Keikhlasan Kita




Dikisahkan bahwa di antara Bani Israil, ada seorang laki-laki yang ahli ibadah. Ia beribadah kepada Allah dalam masa yang lama. Kemudian datang orang-orang kepadanya. Mereka berkata,”Di sini ada suatu kaum yang menyembah pohon, bukannya kepada Allah SWT.” Maka ia marah mendengar itu. Kemudian ia mengambil kapak menyandangnya di atas pundaknya, dan menuju pohon itu untuk menebangnya. Kemudian iblis menyambutnya dalam bentuk seorang tua. Ia berkata,”Hendak kemana engkau?” Orang alim menjawab, “Aku hendak menebang pohon ini”. Iblis berkata, “Ada perlu apa engkau engkau dengan pohon itu?” Engkau tinggalkan ibadah dan kesibukanmu dengan dirimu dan memusatkan diri bukan untuk selain itu.” Orang alim berkata,”Sesungguhnya ini termasuk ibadahku.”
Iblis berkata, “ Aku tidak membiarkanmu untuk menebangnya “. Maka orang alim itu berkelahi dengan iblis dan membantingnya serta menduduki dadanya. Maka iblis berkata, “Lepaskan aku supaya aku bicara denganmu “.
            Orang alim itu berdiri meninggalkannya dan berkatalah iblis kepadanya, “ Hai orang ini, sesungguhnya Allah ta’ala telah menggugurkan kewajiban ini darimu dan tidak mewajibkannya atas dirimu. Engkau tidak menyembahnya, Allah ta’ala mempunyai Nabi-nabi di bumi. Andai kata Allah menghendaki, niscaya dia mengutus mereka kepada penduduk bumi dan menyuruh menebangnya “.
            Orang alim itu berkata, “ Pohon itu harus ditebang “, Iblis itu menyerangnya dan orang alim itu mengalahkannya dan membantingnya serta menduduki dadanya.
            Maka iblis tidak berkutik, kemudian iblis berkata kepadanya, “ Maukah engkau mendapatkan sesuatu yang memutuskan antara aku dan kamu, sedangkan ia lebih baik dan lebih berguna bagimu “. Orang alim itu menjawab,” apakah itu ?, Iblis menjawab, “ lepaskan aku supaya aku katakan kepadamu,” Maka orang alim itu melepaskannya.
            Iblis berkata, “ Engkau seorang laki-laki miskin yang tak punya apa-apa, engkau meminta-minta kepada orang yang memberimu nafkah, barang kali engkau ingin memberi saudara-saudaramu dan membantu para tetanggamu serta menjadi kenyang dan tidak membutuhkan orang-orang “.
            Orang alim menjawab, “ ya “. Iblis berkata, “Tinggalkan urusan ini dan aku akan meletakan didekat kepalamu setiap malam dua dinar, setiap pagi engkau mengambilnya, lalu engkau beri nafkah bagi diri dan anak-anakmu serta engkau berikan sedekah bagi saudara-saudaramu, hal itu lebih berguna bagimu dan kaum muslimin dari pada menebang pohon ini, yang tertanam ditempatnya dan tidak membahayakan mereka bila ia tebang.
            Penebang pohon ini tidak berguna bagi saudara-saudaramu orang muslimin. “Orang alim itu merenungkan perkataannya dan berkata, benarlah orang tua itu, aku bukanlah seorang Nabi yang wajib menebang pohon ini, dan Allah Ta’ala tidak menyuruhku untuk menebangnya sehingga aku tidak mendurhakainya jika meninggalkannya. Apa yang disebutnya itu lebih banyak manfaatnya “.
             Kemudian orang alim itu memintanya berjanji untuk menepati imbalan itu dan bersumpah, kemudian orang alim itu kembali ketempat ibadah. Keesokan paginya orang alim itu melihat dua dinar di dekat kepalanya, maka iapun mengambilnya, begitu pula esoknya. Kemudian diwaktu pagi hari ketiga tidak ada lagi uang itu didekat kepalanya, demikian pula di hari berikutnya ia tidak mendapatkan apa-apa, maka iapun marah lalu mengambil kampaknya dan menyandangnya di atas pundaknya.
            Kemudian iblis menyambutnya dalam bentuk orang tua, iblis berkata,” Hendak kemana engkau “?, Orang alim itu menjawab, “ Aku akan menebang pohon itu “. Iblis berkata , engkau berdusta, demi Allah, engkau tidak mampu melakukannya dan tidak ada jalan bagimu kepadanya”. Maka orang alim itu berusaha menebangnya untuk membantingnya seperti yang dilakukan pertama kali. Iblis berkata, “ Mustahil,” Kemudian iblis memegang dan membantingnya, ternyata orang alim itu seperti burung pipit di antara kedua kakinya dan iblis duduk diatas dadanya seraya berkata,” Berhentilah engkau dari perbuatan ini atau aku akan membunuhmu”.
            Orang alim itu memandang, ternyata ia tidak punya tenaga, ia berkata,” Hai orang ini,. Engkau telah mengalahkan aku, biarkan aku dan beritahulah aku bagaimana aku mengalahkanmu pertama kalinya dan engkau dapat mengalahkan aku sekarang “
            Maka iblis menjawab,” Karena pertama kalinya engkau marah karena Allah Ta’ala dan niatmu adalah akhirat, maka Allah Ta’ala menundukan aku bagimu. Kali ini engkau marah karena dirimu dan dunia, maka aku berhasil membantingmu “.
            Cerita di atas dinukil dari bab ikhlas dalam Ringkasan “Ihya Ulumudin” membereikan pelajaran bagi kita bahwa keikhlasan adalah modal utama dalam menjalani kehidupan ini. Realitas hari banyak orang yang menjalani profesinya dimulai dengan iklash, dengan motivasi hanya mengharap ridla Allah SWT. Tetapi di tengah-tengah perjalanan godaan syetan datang. Maka mereka tak sanggup lagi mempertahankan keikhlasannya. Oleh karena itu tak jarang orang yang alim, bergelar akademik tinggi, menjadi panutan masyarakat, memiliki semangat memberantas segala bentuk penyakit negara seperti Kolusi, Korupsi dan Nepotisme, tetapi akhirnya mereka terjerumus kedunia nista tersebut. Mereka lupa akan posisi dan misinya. Sehingga bukanlah kemanfaatan bagi dirinya sendiri, masyarakat, apalagi untuk bangsa dan negaranya. Legislatif memeras eksekutif ketika akan laporan pertanggungjawaban, mereka katakan sebagai konsekuensi. Eksekutif membuat mark up terhadap proyek di anggap hal biasa. Dosen menjual nilai kepada mahasiswa, mahasiswa ujian dengan mencontek, pedagang yang mengurangi timbangannya, masyarakat yang main hakim sendiri, merupakan fenomena yang kita saksikan sekarang.
            Oleh karena itu Ramadhan, yang berasal dari kata “ramadhz” yang artinya adalah membakar, puasa memiliki makna agar kita membakar seluruh sifat-sifat hayawaniyah dan syaithaniyah dengan mengembalikan sifat-sifat yang iklash. Dalam  firman Allah Ta’ala,” Kecuali hamba-Mu yang Mukhlis diantara mereka,”.(Q.S. Al- Hijr : 40 ). Adalah Ma’ruf memukul dirinya seraya berkata,” Hai nafsu, ikhlaslah supaya engkau selamat “. 
Mengembalikan “ikhlash”  berarti mengembalikan sifat-sifat Tuhan dalam diri kita. Sebab manusia adalah representasi Tuhan di dunia ini yang memiliki tugas khilafah untuk menciptakan keteraturan di dunia dan mempunyai tugas ibadah untuk mengabdi hanya kepada-Nya. Sehingga tujuan puasa membentuk manusia muttaqin dapat kita raih (QS:2: 183). Kita tidak akan memiliki nasib seperti seorang Bani Israil yang bertekuk lutut di hadapan syetan tetapi kita akan masuk kelompok orang sebagaimana dijanjikan Allah SWT dalam hadits Nabi,”Barang siapa yang berpuasa Ramadhan dengan keimanan yang penuh, maka Allah akan mengempuni seluruh dosa-dosanya yang terdahulu”.***