Jumat, 09 Desember 2011

Organisasi Mahasiswa Sebagai Salah Satu Alternatif Untuk Mengubah Paradigma Berfikir


Organisasi Mahasiswa Sebagai Salah Satu Alternatif
Untuk Mengubah Paradigma Berfikir


Abstract
Historically the University student never die to demonstrate their responsibility to the wherever and whenever community. Their Responsibility is progressive reflection to make a social change that give contribution for social  order. To realize it, they have been building the synergy in the university student organization. But the problem in the  university student activity is   paradigm of thinking  that  implicates to the stagnation. This paper deals with some aspects that give impact to it and how to gain it solution.

Keyword : university student--paradigm of thinking

Preface
Mahasiswa adalah sebutan bagi mereka yang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi baik swasta maupun negeri. Karena telah lebih lama mendapatkan pendidikan sejak pendidikan dasar, menengah, dan  sampai perguruan tinggi maka banyak orang menilai mahasiswa sebagai kaum intelektual atau kaum akdemisi. Juga karena telah lebih dulu mengenyam pendidikan di perguruan tinggi atau universitas maka mahasiswa pasti diperlakukan berbeda dari pada siswa.
Karakter yang biasa diidentikan dengan mahasiswa setidak-tidaknya dibangun di atas tiga landasan. Pertama, psikologi orang muda yang senantisa progresif dalam mencari dan menemukan jatidiri. Kedua, Idealisme karena keyakinan terhadap nilai-nilai dasar dan komitmen untuk mewujudkannya. Ketiga, intelektualitas yang menjadi kontruksi atau kerangka dari sistem cita-cita sehingga segenap sikap maupun tindakannya tidak sekedar perilaku basa-basi atau aktivisme hampa.[1] Ketiga hal itulah yang menjadi support bagi sikap dan tindakan mahasiswa untuk peduli dan mempunyai responsibilitas yang tinggi    (high responsibility) terhadap masyarakatnya. Sejarah kemahasiswaan di Indonesia telah memberikan fakta yang otentik bahwa support itulah yang telah melahirkan daya dobrak atau daya dorong yang efektif bagi sikap-sikap kepeloporan yang diperankan mahasiswa dalam proses pembaruan. Pada saat terjadi kemandegan atau problem sosial yang membutuhkan peranan mahasiswa maka pada saat itulah mahasiswa tampil dan mencatatkan sejarahnya. Sebut saja peristiwa Rengasdengklok, Ampera, Reformasi dan peristiwa-peristiwa lain yang terjadi dalam kilasan sejarah Indonesia kita.
Fenomena gerakan mahasiswa yang telah bergulir secara histories adalah gerakan yang wajar adalah refleksi dari  progresivitas batinnya. Gerakan yang mendemontrasikan kepedulian dan tanggung jawabnya terhadap masyarakat. Gerakan mahasiswa adalah gerakan untuk mengeliminir berbagai problem sosial yang telah berimplikasi terhadap kebodohan, keterbelakangan (backwardness), dan keterpurukan generasi.
Gerakan-gerakan mahasiswa yang berdiri dalam popularitasnya ternyata tidak bisa seluruhnya membebaskan diri virus statisme dan afatisme intelektual yang berdampak pada stagnasi. Virus ini menyerang, membabibuta, dan mewabah pada jiwa mahasiswa di pusat maupun di daerah negeri maupun swasta.

Menggagas Perubahan Paradigma Berfikir
            Manusia termasuk di dalamnya mahasiswa akan bertindak sejalan dengan apa yang terfikirkan. Logikanya jika system berfikirnya benar maka tindakannya juga benar, jika berfikirnya beres maka tindakanya juga akan beres pendek kata tindakan adalah buah dari apa yang terfikirkan atau difikirkan.[2] Tindakan berupa gerakan-gerakan sosial yang dilakukan mahasiswa dengan demikian merupakan manifestasi dari apa yang ada difikirannya. Jika yang ada di fikiran mahasiswa adalah nilai IPK yang tinggi maka tindakannya adalah belajar terus di kamar kost, perpustakaan, kampus, dan tempat lain yang mendukung. Jika yang terfikir adalah kerja maka tindakannya adalah mencari informasi lowongan kerja, membuat surat lamaran kerja, magang, dan training di Balai Latihan Kerja (BLK). Mahasiswa yang berfikir fun/hiburan maka tindakannya adalah refreshing, climbing, dan clubing. Demikian juga mahasiswa yang dalam fikirannya kritis terhadap kondisi sosial sekitarnya maka tindakannya adalah advokasi/pendampingan, audensi, demonstrasi, dan presentasi konsep kepada para pengambil kebijakan. Dengan demikian maka mahasiswa yang berfikir kompleks ( menggabungkan apa yang  ada) maka tindakannya akan kompleks pula.
            Secara proporsional yang harus diakui adalah perlunya perubahan paradigma berfikir yang nantinya dengan perubahan paradigma berfikir itu mahasiswa dapat memiliki spirit untuk eksis kapan dan di manapun ia berada sekaligus mempersiapkan atau membekalinya untuk hidup bersama masyarakat. Kerja-kerja untuk menggulirkan perubahan paradigma berfikir mahasiswa dapat dilakukan oleh organisasi mahasiswa.      ( tidak ada segregasi antara organisasi internal dan eksternal)
            Merujuk pada paradigma profetiknya Kuntowijoyo[3] ada tiga pijakan agar kita bisa melakukan perubahan paradigma berfikir. Pertama, pijakan berupa dimensi transendensi. Pada dimensi ini aspek theologia menjadi penting untuk diformulasikan kembali mengingat daya dorong transendensi menjadi pendobrak dan pemicu yang sangat dahsyat. Secara Historis sebagaimana di kemukakan Max Weber kita bisa melihat bahwa semangat kapitalisme kaum protetstan terutama aliran calvinisme beberapa level lebih tinggi ketimbang kaum katolik. Dalam penilaian weber ini disebabkan oleh system kepercayaan yang dianut oleh kaum protestan lebih dapat menimbulkan daya gerak daripada system kepercayaan kaum katolik. Senada dengan Weber, Robert N. Bellah mengatakan bahwa keberhasilan Bangsa Jepang  sampai sekarang karena dipengaruhi oleh agama Tokugawa yang dianutnya. Semangat bangsa Indonesia yang kurang juga dipengaruhi oleh teologinya yang secara mayoritas berteologi Asy’ari.[4]
            Mahasiswa juga perlu memformulasikan atau menyusun kembali system teologi yang di anutnya. Kesempurnaan intelektualitas mahasiswa adalah dia memiliki system teologi yang mampu menghasilkan daya dobrak yang tinggi terhadap berbagai ketimpangan sosial. Mahasiswa harus mendasarkan setiap aktivitas berfikir dan bertindaknya pada dimensi transendensinya. Karl Marx yang tidak mendasarkan gagasannya pada dimensi ini saja bisa melahirkan sebuah gerakan sosial politik yang sampai hari ini tetap popular kenapa kita yang memiliki kekayaan transendensi masih tertinggal.
            Kedua, humanisasi. Memanusiakan manusia. Realitas ini harus dipahami bahwa perlunya kesadaran yang optimal di kalangan mahasiswa untuk melawan segala bentuk dehumanisasi (tindakan yang tidak menempatkan manusia sebagai manusia). Bentuk-bentuk tindakan dehumanisasi termasuk di antaranya mengekang kebebasan berfikir mahasiswa, membelenggu kreativitas mahasiswa, menjegal partisipasi mahasiswa dan sebagainya.
            Ketiga, liberasi. Implikasi dari humanisasi adalah munculnya daya dorong untuk membebaskan diri dan masyarakat dari situasi dan kondisi yang tidak kondusif.  Membebaskannya dari belenggu kebodohan, keterpurukan, dan keterbelakangan.
            Integrasi dari ketiga dimensi tersebut dapat mengubah paradigma berfikir mahasiswa dan mengejawantahkannya dalam praksis atau tindakan. Sistematika paradigma prifetik tersebut mewakili alur sistematis dari teologi yang berderivasi pada ideology dan sosiologi praksis.

Peranan Organisasi Mahasiswa
            Ide perubahan hanya muncul dari mereka yang peduli perubahan. Perubahan secara sistematis tidak akan terjadi kecuali jika ada pemicu (trigger) dan desainer perubahan. Mahasiswalah di antaranya yang memiliki kemampuan untuk merekayasa dan mendesain perubahan agar sejalan sesuai dengan yang direncanakan (planned social change). Secara personal hanya sedikit saja yang bisa dilakukan mahasiswa karena itu agar banyak hal yang bias dilakukan termasuk di dalamnya melakukan perubahan sosial dari aspek paradigma berfikir mahasiswa, diperlukan adanya organisasi mahasiswa.
            Setidaknya ada beberapa peran yang bisa dioptimalkan oleh organisasi mahasiswa untuk mengubah paradigma berfikir mahasiswa di antaranya : Pertama,  penguatan intelektual, di antara syarat orang bisa eksis adalah karena informasi berupa ilmu pengetahuan yang diperolehnya. Kemudahan dan kecepatan mengakses informasi adalah modal untuk merespon setiap perkembangan yang terjadi meliputi sosial, budaya, politik, hukum dan HAM dan sebagainya. Organisasi mahasiswa yang menyediakan kemudahan mengakses informasi biasanya akan terus eksis dan tidak ketinggalan moment dan pasti dibutuhkan oleh kader dan masyarakat. Lebih lanjut materi informasi akan membuat anggota organisasi mahasiswa memiliki khazanah intelektual yang secara bertahap akan berkembang dan maju. Khazanah intelektual yang berbasis transendensi, humanisasi, dan liberasi. Kedua, melatih responsifitas terhadap kondisi sosial. Informasi yang masuk atau diterima akan disikapi sesuai dengan kapasitas masing-masing mahasiwa yang implikasinya akan melahirkan tindakan yang variatif. Untuk itu organisasi mahasiswa dapat melihat fenomena ini dan menyatukan atau menyamakan persepsi dalam merespon atau menindaklanjutu informasi. Sehingga gerakan yang dilakukan merupakan buah komunikasi efektif  yang konseptual dan sistematis. Ketiga, mampu mengakomodir kepentingan-kepentingan mahasiswa yang sedang mempersiapkan hidup di masyarakat.

Endnote
            Mahasiswa sebagai kaum yang tercerahkan selalu dinanti kontribusi dan karyanya yang bermanfaat bagi masyarakat. Karyanya bisa berupa karya fisik maupun karya jasa bagi kemaslahatan baik dengan partisipasi dalam formulasi dan implementasi kebijakan maupun dalam pengawasannya. Di manapun harus kita buktikan bahwa pantang daerah yang ada komunitas mahasiswanya menjadi daerah yang terbelakang dan termarginalkan.
Yakin usaha sampai.





[2] Untuk memperkaya khazanah intelektual dalam bidang filsafat manusia bisa dibaca pada buku-buku Filsafat seperti Falsafatuna karya  Muh. Baqir Ash-Shadr, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 1991 atau Mengapa Kita diciptakan karya Murtadha Muthari, Lentera, Jakarta. 2001
[3] Kilasannya dapat pula dibaca pada buku Pendidikan Berparadigma Profetik karya Moh. Shofan, UMG Press, Gresik, 2004 hlm 71-98.
[4] Lihat Karya Herman Soewardi, Kognisi-Karsa-Nalar yang mengelaborasi kelemahan-kelemahan umat Islam Indonesia.
[5] Makalah disampaikan pada acara Tamada IAID 17 September 2005 di Aula Jend. Soedirman Darussalam Ciamis
[6] Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ciamis 2005-2006
[7] Lihat dalam buku Jangan Mati Reformasi, HMI dan Ikhiar sejarah Menuju Indonesia Baru yang ditulis oleh Anas urbaningrum, Yayasan Cita mandiri Indonesia, Jakarta, th. 1999 hlm. 35-36
[8] Untuk memperkaya khazanah intelektual dalam bidang filsafat manusia bisa dibaca pada buku-buku Filsafat seperti Falsafatuna karya  Muh. Baqir Ash-Shadr, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 1991 atau Mengapa Kita diciptakan karya Murtadha Muthari, Lentera, Jakarta. 2001
[9] Kilasannya dapat pula dibaca pada buku Pendidikan Berparadigma Profetik karya Moh. Shofan, UMG Press, Gresik, 2004 hlm 71-98.
[10] Lihat Karya Herman Soewardi, Kognisi-Karsa-Nalar yang mengelaborasi kelemahan-kelemahan umat Islam Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar